3. Ketakutan Finansial Apa yang Kita Miliki?
Setiap orang punya cara pandang berbeda tentang uang. Ada yang menganggap uang sebagai bentuk kenyamanan dan kemewahan, sementara yang lain melihatnya sebagai simbol keamanan atau kebebasan. Perbedaan ini mencerminkan respons kita terhadap stres dan ketidakpastian finansial.
Sebagai contoh, jika kamu takut kehilangan segalanya dan menjadi terlalu hati-hati dalam mengatur uang, sementara pasanganmu justru trauma hidup dalam kekurangan dan cenderung boros sebagai bentuk “balas dendam” pada masa lalu, maka ada potensi konflik.
4. Apa Bahasa Cinta Kita dalam Hal Uang?
Cinta memang tidak bisa diukur dengan uang, tapi uang bisa menjadi media untuk mengekspresikannya. Ada yang menunjukkan kasih sayang dengan hadiah mahal atau merayakan momen spesial secara mewah. Sementara itu, sebagian lainnya menunjukkan cinta lewat merencanakan keuangan bersama atau merasa dihargai karena pasangannya bertanggung jawab membayar tagihan.
Masalah bisa muncul saat ekspektasi tidak terpenuhi. Misalnya, seseorang berharap kejutan liburan di hari ulang tahun, tapi yang diberikan adalah peralatan dapur. Itu bukan kesalahan besar, tapi bisa menjadi sumber kekecewaan bila tidak dibicarakan sejak awal.
5. Apakah Kita Menuju Arah Finansial yang Sama?
Uang bukan cuma soal apa yang bisa dibeli, tetapi tentang hidup seperti apa yang ingin dibangun bersama. Tujuan kalian tak harus identik, tapi sebaiknya selaras.
Luangkan waktu untuk berbagi visi finansial masing-masing. Apakah pasanganmu ingin meniti karier korporat, membuka usaha, pensiun dini, atau hidup sederhana dan dekat keluarga? Apakah mereka ingin menjadi pencari nafkah utama atau punya mimpi besar seperti keliling dunia atau membangun rumah di pedesaan?
Percakapan soal uang memang tidak selalu mudah, tapi percakapan inilah yang justru bisa membuka banyak hal soal masa depan bersama. Dengan membahas topik-topik ini sebelum menikah, pasangan bisa menyelaraskan prioritas, kebiasaan, dan tujuan finansial mereka.
Bukan soal mencari pasangan yang serba sama, tetapi tentang bisa mendengarkan dan memahami satu sama lain—terutama sebelum perbedaan itu menjadi masalah yang lebih besar.
Baca Juga: Perempuan Mandiri Finansial setelah Menikah Bukan Bentuk Kedurhakaan
(*)