Parapuan.co - Saat kamu mulai memasuki fase perencanaan pernikahan, satu hal yang hampir selalu muncul sebagai dilema utama adalah perdebatan antara keinginan pribadi dan ekspektasi orang tua.
Mungkin, kamu ingin pesta pernikahan di pantai yang intim, sementara orang tua mendambakan resepsi besar di gedung mewah dengan ratusan tamu undangan. Di titik ini, pertanyaannya pun muncul: haruskah menuruti keinginan orang tua dalam menentukan konsep pernikahan, atau justru mengikuti suara hatimu sendiri.
Pernikahan bukan hanya soal satu hari besar dengan gaun cantik dan dekorasi memukau, tetapi ini tentang fondasi awal dari kehidupan rumah tangga yang dijalani bersama pasangan.
Tak bisa dimungkiri bahwa pernikahan, terutama di budaya Timur seperti Indonesia, sering kali melibatkan keluarga besar, termasuk orang tua, sebagai pihak yang sangat berperan dan kadang turut mengendalikan arah konsep pernikahan.
Oleh karena itu, berikut beberapa pertimbangan penting yang perlu kamu pahami sebelum menentukan konsep pernikahan, termasuk dalam mempertimbangkan keinginan pribadi atau orang tua.
1. Pastikan Kamu dan Pasangan Satu Suara
Sebelum melibatkan pihak lain, kamu perlu lebih dulu mendiskusikan secara jujur bersama pasangan tentang apa yang paling kalian inginkan dari pernikahan tersebut. Apakah kalian lebih menyukai upacara sederhana dan spiritual, atau perayaan megah dengan banyak tamu.
Memahami nilai-nilai utama yang kalian berdua anggap penting bisa menjadi pijakan kuat untuk berbicara dengan keluarga. Nilai ini bisa berwujud pada suasana yang ingin dibangun, pilihan lokasi, tema dekorasi, hingga jumlah tamu undangan.
Mengenali nilai-nilai ini juga bisa membantumu menghindari konflik internal yang mungkin muncul jika hanya mengikuti arus keinginan orang tua tanpa merasa terlibat secara emosional dalam konsep pernikahanmu sendiri.
Baca Juga: Sedang Mencari Cincin Pernikahan Berbahan Emas? Ini Tipsnya Untukmu
2. Pahami Alasan di Balik Keinginan Orang Tua
Kadang, keinginan orang tua tidak semata-mata karena mereka ingin 'menguasai' keputusanmu, melainkan karena ada alasan emosional atau budaya yang mendasarinya. Misalnya, orang tua mungkin menganggap pesta besar adalah bentuk penghormatan pada keluarga besar, atau simbol status sosial di lingkungan mereka.
Dengan mencoba memahami motif di balik keinginan tersebut, kamu bisa membuka ruang empati dan berdialog lebih efektif. Kamu bisa mengatakan, "Kami sangat menghargai harapan Ibu dan Ayah, dan kami ingin mencari jalan tengah agar semua pihak merasa bahagia".
3. Buat Batasan yang Jelas
Melansir dari laman The Wedding Duo, menentukan batasan tidak berarti harus memberontak. Justru, batasan yang dikomunikasikan dengan bijak bisa mencegah konflik berkepanjangan.
Batasan ini juga bisa berlaku pada aspek seperti siapa yang membuat keputusan akhir soal dekorasi, katering, atau MC. Semakin awal batasan ini ditetapkan, semakin lancar proses perencanaan akan berlangsung.
4. Ini Adalah Awal, Bukan Puncak
Terakhir, kamu perlu menyadari bahwa pernikahan bukanlah titik puncak dari hidup, tetapi justru awal dari perjalanan panjang. Apa pun konsep yang akhirnya dipilih, yang terpenting adalah kualitas hubungan bersama pasangan dan keluarga di kemudian hari.
Pernikahan penuh tekanan dan konflik hanya akan menjadi trauma awal yang terbawa hingga ke kehidupan rumah tangga. Maka dari itu, kompromi, komunikasi, dan empati harus menjadi bagian tak terpisahkan dari setiap keputusan.
Baca Juga: Waspada 7 Red Flag Pernikahan yang Bisa Berujung pada Perceraian
(*)