Parapuan.co - Komnas Perempuan bersimpati kepada para korban yang mengalami peristiwa traumatik di perguruan tinggi di berbagai wilayah. Ruang pendidikan yang seharusnya menjadi tempat yang aman justru menjadi lokasi terjadinya kekerasan seksual.
Berdasarkan data pengaduan yang diterima Komnas Perempuan sepanjang tahun 2024 seperti mengutip siaran pers di laman resmi, tercatat 4.178 kasus kekerasan terhadap perempuan, dengan 82 kasus kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tinggi dalam rentang 2021–2024.
Untuk mencegah kekerasan seksual terus terulang, penguatan kebijakan menjadi langkah penting. Disahkannya UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) memberikan dasar hukum bagi negara untuk memastikan pencegahan, perlindungan, penanganan, dan pemulihan korban.
Komnas Perempuan juga menyambut positif terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi serta Peraturan Menteri Agama, yang mengatur pembentukan Satuan Tugas (Satgas) PPKPT/TPKS di lingkungan perguruan tinggi.
Ketua Subkomisi Pendidikan Komnas Perempuan, Devi Rahayu, menyatakan bahwa pembentukan Satgas PPKPT adalah "langkah strategis dalam merespons UU TPKS dan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus."
Devi juga mengingatkan bahwa maraknya laporan kekerasan seksual di kampus menunjukkan fenomena gunung es — "tampak banyak di permukaan, padahal di bawahnya lebih banyak lagi kasus yang terjadi."
Ia menambahkan bahwa meningkatnya laporan juga dapat dimaknai sebagai tumbuhnya keberanian korban untuk melapor berkat keberadaan Satgas, meskipun tetap menjadi ironi karena terjadi di ruang akademik yang seharusnya menjunjung etik dan moral.
Namun, evaluasi dan penguatan perlindungan masih sangat dibutuhkan. Komnas Perempuan mencatat telah terbentuk 1.724 Satgas TPKS hingga tahun 2024. Dari survei yang dilakukan, hanya 53% Satgas yang merasakan dukungan dari pimpinan perguruan tinggi, sementara 23% lainnya mengeluhkan minimnya dukungan.
Keterlibatan pimpinan perguruan tinggi menjadi kunci penting. Penunjukan anggota Satgas oleh rektor atau pimpinan, tanpa mekanisme independen, berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, terutama jika pelaku kekerasan adalah pejabat kampus. Ini membuka ruang bagi penyalahgunaan wewenang dan impunitas.
Baca Juga: KemenPPPA Turut Kawal Kasus Kekerasan Seksual yang Melibatkan Oknum Kepolisian
Komisioner Komnas Perempuan, Daden Sukendar, menegaskan, "Terdapatnya kultur relasi kuasa yang tidak seimbang di lingkungan kampus, seperti asumsi bahwa dosen, terlebih pimpinan universitas, tidak pernah salah. Hal ini menjadi salah satu faktor pendukung terjadinya kekerasan."
Ia menambahkan bahwa kultur ini memperparah kondisi korban yang akhirnya memilih diam dan tidak melaporkan kasusnya karena takut tidak mendapatkan perlindungan atau keadilan.
Untuk memastikan kekerasan seksual tidak terulang di perguruan tinggi, Komnas Perempuan merekomendasikan langkah-langkah strategis berikut:
1. Memastikan terjaminnya ruang aman di lingkungan perguruan tinggi melalui pencegahan, penanganan, perlindungan, dan pemulihan korban.
2. Mendorong penerapan Kawasan Bebas dari Kekerasan (KBK) di seluruh kampus.
3. Menjamin kemandirian dan independensi Satgas PPKPT/PPKS, serta memastikan kasus kekerasan seksual ditangani secara adil dan diberikan sanksi sesuai kewenangan.
4. Memastikan aparat penegak hukum menindaklanjuti laporan korban dan menegakkan sanksi hukum terhadap pelaku.
5. Melakukan evaluasi berkala terhadap pelaksanaan Satgas PPKPT/PPKS di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, serta Kementerian Agama.
Komnas Perempuan menegaskan pentingnya perguruan tinggi sebagai ruang aman, adil, dan setara bagi seluruh sivitas akademika. Pelaksanaan kebijakan harus berlandaskan pada perspektif korban, pemulihan menyeluruh, dan keadilan substantif.
Atas dasar itu, Komnas Perempuan juga mengharapkan agar semua pihak memberikan perhatian serius terhadap kasus kekerasan seksual di dunia pendidikan, disertai ketegasan dalam pemberian sanksi dan kesigapan aparat hukum dalam menangani kasus-kasus tersebut.
Baca Juga: Hari Angkutan Nasional, Komnas Perempuan Ingin Transportasi Publik Bebas Kekerasan Seksual
(*)