Parapuan.co - Kasus Aisha Weddings akhir-akhir ini menjadi trending topik dan ramai dikecam oleh publik.
Hal tersebut disebabkan oleh promosi pernikahan Aisha Weddings untuk menikah muda pada anak mulai usia 12 tahun.
Selain mempromosikan pernikahan pada usia 12 – 21 tahun, Aisha Weddings juga mempromosikan pernikahan siri.
Kontroversi kasus wedding organizer Aisha Weddings ini muncul di tengah isu fenomena tingginya angka pernikahan anak di Indonesia.
Baca Juga: Waspada Perubahan Perilaku Anak, Ciri-ciri Pelecehan Seksual pada Anak
Pada Jumat (12/02/2021), Parapuan berkesempatan untuk mewawancarai Amrullah yang menjabat sebagai Youth Engagement and Higher Education Specialist Plan Internasional Indonesia di Plan USA.
Amrullah mengatakan bahwa pernikahan anak tidak dipandang dari sisi perlindungan anak saja sebab ada beberapa faktor yang berperan.
"Lemahnya dukungan dari lembaga kemasyarakatan untuk perlindungan anak, lemahnya partisipasi anak dalam pengambilan keputusan atas masa depannya sendiri khususnya di dalam keluarga, lemahnya pengetahuan dan keterampilan anak dalam kesehatan reproduksi, anak tidak dipersiapkan untuk menyiapkan keterampilan kerja atau wirausaha, lemahnya advokasi untuk regulasi dan pelaksanaan regulasi untuk perlindungan anak,” ungkapnya.
Baca Juga: Heboh Pernikahan Dini, Apa Faktor yang Memperparah Perkawinan Anak?
Terkait kasus Aisha Weddings, ia menambahkan penggunaan media promosi dan bisnis event organizer pernikahan anak dapat dijadikan peluang bisnis dengan berbagai alasan.
Menurutnya, “kalau pemerintah konsisten memprioritaskan affirmasi terhadap pendidikan anak perempuan setara dengan anak laki-laki maka hal itu bisa mengurangi kejadian pernikahan anak. Selama pemerintah dan stakeholders tidak memiliki perhatian yang setara terhadap anak laki-laki dan anak perempuan maka fenomena pernikahan anak akan terus berlangsung.”
Amrullah menilai, banyak hal yang sifatnya fenomena saja.
Akar masalahnya ada pada faktor penyebab pernikahan anak yang harus diatasi secara bersamaan dan terintegrasi dan tidak bisa sepotong-sepotong saja.
Baca Juga: Budaya Menakuti Perempuan dengan Istilah Perawan Tua Penyebab Adanya Pernikahan Muda
Dalam memberdayakan anak perempuan untuk mencegah mereka dari pernikahan anak, Amrullah mengatakan, “perlu peningkatan pengetahuan dan ketrampilan soft skill dan hard skill agar anak perempuan terlibat di dalam pengambilan keputusan yang menyangkut masa depan anak perempuan sendiri. Orang dewasa perlu bekerjasama dengan anak perempuan di dalam mengambil keputusan tersebut."
Melalui Plan International Indonesia, Amrullah mengusulkan dan memasukkan Kementerian Perlindungan Anak sebagai anggota dari Girls Not Bride (GNB) agar Indonesia bisa mendapat dukungan dari gerakan global untuk menangani masalah perlindungan anak.
Kalau masalah pernikahan anak tidak bisa dicegah maka dikhawatirkan banyak indikator Sustainable Development Goals (SDGs) yang bisa dipastikan tidak tercapai atau bahkan gagal.
(*)