Parapuan.co - Bak bergantung pada akar lapuk, ingin bebas dari jeratan ekonomi, malah jatuh ke lubang kemiskinan.
Promosi pernikahan muda ala Aisha Weddings berhasil membuat banyak pihak geram.
Pasalnya jasa layanan pernikahan ini tak mengindahkan Undang-Undang pemerintah Indonesia untuk tidak menikah di usia muda.
Baca Juga: Heboh Pernikahan Dini, Apa Faktor yang Memperparah Perkawinan Anak?
Merespon hebohnya Aisha Weddings membuat Gerakan Bersama untuk penghapusan dan kekerasan pada anak di Indonesia atau Indonesia Joining Forces to End Violence Against Children (IJF EVAC) geram.
“Perkawinan anak adalah bentuk kekerasan terhadap anak. Kami ingin menekankan lagi kepada pelaku usaha, orangtua dan seluruh elemen masyarakat bahwa isu ini bukan hanya soal perkawinan, tetapi perampasan hak-hak anak,” tegas Selina Patta Sumbung selaku CEO Save The Children sekaligus Ketua IJF EVAC di rilis pers Save the Children.
Salah satu anggota Children & Youth Advisor, Sindy turut melontarkan pendapatnya bahwa perkawinan anak bukan karena ekonomi.
Perkawinan anak malah membuat anak masuk ke jurang kemiskinan.
Baca Juga: Musim Hujan Tiba, Letakkan Irisan Bawang Merah di Sudut Kamar Sebelum Tidur, Ini Sederet Manfaatnya
Promosi menikahkan anak perempuan umur 12-21 tahun terlihat nyata jika Aisha Weddings tak mengindahkan Undang-undang.
Padahal pemerintah sudah berupaya merevisi UU Perkawinan Anak No 1 Tahun 1974 menjadi No.16 Tahun 2019.
Berisikan bahwa pemerintah mengizinkan perkawinan bagi yang sudah berusia 19 tahun ke atas.
Menanggapi kontroversi Aisha Weddings, IJF EVAC memohon pada pemerintah untuk melakukan beberapa hal, di antaranya:
1. Mendorong proses hukum organisasi atau lembaga yang terbukti mempromosikan perkawinan anak.
2. Mendorong penerapan pasal-pasal pencabutan kuasa asuh orangtua sesuai UU Perlindungan Anak karena mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak merupakan salah satu kewajiban dan tanggung jawab orang tua (sesuai Pasal 26 ayat 1).
Baca Juga: Heboh Aisha Weddings, Berdayakan Anak Perempuan Bisa Cegah Pernikahan Dini
3. Memperkuat koordinasi lintas sektor untuk dukungan terhadap keluarga dan anak yang rentan sebagai komponen perlindungan sosial, khususnya bantuan untuk anak-anak yang telah menjadi korban perkawinan anak.
4. Memperbanyak kampanye anti perkawinan anak di tingkat komunitas lokal.
5. Memperkuat resiliensi anak agar mampu mengambil keputusan yang tepat dalam hidupnya tanpa ada tekanan dari orang tua, keluarga, dan masyarakat.
Data SUSENAS 2018 sendiri menyatakan, sebanyak 1.220.900 anak perempuan menikah di bawah usia 18 tahun.
Baca Juga: Heboh Aisha Weddings, Berdayakan Anak Perempuan Bisa Cegah Pernikahan Dini
Mirisnya tingginya angka perkawinan anak membuat Indonesia masuk peringkat ke delapan di dunia pada 2020.
Melihat fenomena tersebut Esa selaku anggota CYAN Save the Children Indonesia menegaskan anak-anak adalah masa depan baik untuk keluarga maupun bangsa.
“ Penuhi hak anak dan berikan ruang pada anak agar berdaya dan dapat meraih mimpi,” tambahnya.
(*)