Parapuan.co - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung bersama dengan komunitas Samahita Bandung menyelenggarakan acara Diskusi dan Peluncuran buku Panduan Pendampingan Dasar Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan pada Rabu (16/02/2021) melalui Zoom Meeting.
"Berdasarkan data dari Komnas Perempuan, Kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2020 sebanyak 2026 kasus yang mengalami peningkatan sebanyak 400 - 500 kasus dibanding tahun 2019 sebanyak 1419 kasus. Dari 2026 kasus, ada sekitar 1900 yang merupakan kasus kekerasan berbasis gender,” ungkap Siti Aminah dari Komnas Perempuan.
Ia menambahkan, "Pada 2020, kekerasan di ranah personal paling banyak yaitu kekerasan terhadap istri, kekerasan oleh mantan pacar, kekerasan dalam pacaran, kekerasan terhadap anak perempuan, kekerasan mantan suami.”
Baca Juga: Ini 3 Langkah yang Perlu Kita Lakukan Saat Menjadi Korban Kekerasan Berbasis Gender Online
“Kekerasan seksual yang meningkat pada 2020 adalah Kekerasan Berbasis Gender Siber sebanyak 786 kasus. Di antaranya ancaman penyebaran konten intim atau sudah melakukan penyebaran konten intim yang difasilitasi oleh media elektronik,” tambah Siti Aminah.
Selama pandemi COVID-19, Samahita Bandung juga menerima laporan kasus Kekerasan Berbasis Gender Siber.
“Samahita melakukan konseling dan memetakan kebutuhan para klien atau korban kekerasan. Bentuknya bisa memberikan rujukan dan akses bantuan untuk akses medis lanjutan,” jelas An Nisaa Yovani dari Samahita Bandung.
Ia juga menambahkan, selama pandemi ini klien bisa melakukan konsultasi melalui Whatsapp atau Zoom.
Baca Juga: 5 Jenis Selingkuh Kecil yang Enggak Disadari Sering Dilakukan!
Direktur LBH Bandung Lasma Natali menjelaskan, meningkatnya kasus kekerasan terhadap perempuan terutama Kekerasan Berbasis Gender Siber serta terbatasnya melakukan kelas-kelas hukum menjadi latar belakang munculnya Buku Panduan Pendampingan Dasar Kekerasan Terhadap Perempuan.
“Buku ini berdasarkan prinsip dan etika dalam mendampingi korban bisa jadi sumber pengetahuan informasi bersama bagi setiap orang atau setiap pendamping korban,” terangnya.
Menurutnya, meskipun tidak semua kasus berakhir pada ranah hukum, pendampingan sosial merupakan satu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam melakukan pendampingan terhadap korban.
Pendampingan sosial sangat penting pada awal penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan.
Baca Juga: Belajar dari Nindy Ayunda, Ini Tanda-tanda Perempuan Sudah Jadi Korban KDRT
Menurut Ressa Ria Lestari sebagai tim penyusun buku dari Samahita Bandung, buku ini merupakan pengalaman selama enam tahun Samahita melakukan kerja pendampingan.
Ressa menjelaskan, “Minimnya kasus penanganan dengan perspektif korban membuat banyak korban kekerasan khususnya perempuan tidak memperoleh hak atas rasa aman. Penanganan kasus perempuan yang tidak ditangani sebagaimana mestinya menjadikan trauma baru bagi korban.”
Buku ini sebagai upaya LBH Bandung dan Samahita untuk membantu korban secara komprehensif melalui kerja pendampingan berperspektif korban.
Pendampingan dengan perspektif korban ini merupakan hal penting untuk meminimalisir trauma baru bagi korban.
Baca Juga: Ini 3 Langkah yang Perlu Kita Lakukan Saat Menjadi Korban Kekerasan Berbasis Gender Online
“Buku tersebut diharapkan dapat digunakan oleh siapapun yang melakukan kerja pendampingan kasus kekerasan terhadap perempuan. Selain itu, setidaknya korban kekerasan terhadap perempuan dapat terbantu untuk memperoleh haknya atas rasa aman dan pemulihan,” tambah Ressa.
(*)