Parapuan.co - Setiap orang harus mengenali dan mengeluarkan potensi dirinya untuk kemajuan diri sendiri serta kemajuan lingkungan sekitarnya.
Lingkungan sekitar tersebut bisa mencakup lingkungan tempat individu itu bekerja maupun tempat tinggalnya.
Hal ini diungkapkan oleh Wakil Presiden Senior perusahaan global Procter & Gamble (P&G) Jepang, Standa Vecera, dalam sebuah webinar pada Rabu (17/2/2021).
Webinar tersebut diselenggarakan melalui Zoom oleh P&G bekerja sama dengan badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk perempuan UN Women.
Baca Juga: Situasi Adil antara Laki-laki dan Perempuan Harus Diciptakan Demi Kesetaraan Gender
"Kita harus mencari apa yang memacu orang-orang. Keluarkan potensi diri mereka dan menjadi bahagia. Individu yang bahagia akan menciptakan bisnis yang lebih baik," ujar Standa.
Keluarkan Potensi untuk Prestasi
Lebih lanjut, Standa Vecera menceritakan tentang seorang karyawati P&G Jepang yang dirinya anggap layak mendapat promosi ke posisi manajer.
Namun, si karyawati menolak promosi karena takut dengan tekanan yang akan dihadapinya sebagai perempuan berjabatan tinggi.
Standa lalu mencoba memahami latar belakang karyawati itu sambil terus menunjukkan semua potensi yang ada pada diri karyawati tersebut.
Akhirnya si karyawati setuju dipromosikan menjadi manajer. Dengan menyetujui promosi tersebut, karyawati ini telah berani mengeluarkan potensi untuk kemajuan dirinya dan lingkungan.
"Dia (karyawati) luar biasa. Tidak hanya melebihi ekspektasi saya, tetapi juga ekspektasi pada umumnya. Dia sangat sukses. Saya puas sekali," ungkap Standa.
Menurut Standa, kisah tersebut merupakan contoh nyata pentingnya mengeluarkan potensi pada diri setiap orang, terutama pada perempuan di dunia kerja.
Baca Juga: CEO P&G Alexandra Keith: Bungkam Sangsi dengan Prestasi
Pekerja Perempuan di Tengah Pandemi
Perihal perempuan di dunia kerja, Presiden P&G Asia Pasifik, Timur Tengah, dan Afrika, Magesvaran "Suran" Suranjan, juga menyuarakan pendapatnya mengenai perempuan pekerja.
"Pandemi Covid-19 telah menimbulkan tantangan ekonomi yang berdampak pada keluarga dan komunitas. Dampaknya lebih terasa pada perempuan dibanding laki-laki," ujar Suran.
Namun, Suran yang juga menjadi pembicara dalam webinar itu tidak merinci dampak pandemi terhadap perempuan seperti yang dia maksud.
Sementara, di Indonesia, salah satu dampak pandemi terhadap perempuan yang paling terasa adalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Melansir dari Kompas.com, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Bintang Darmawati mengungkapkan, per 16 April 2020, sebanyak 2.358 pekerja di Indonesia terkena PHK akibat pandemi dan 762 di antaranya pekerja perempuan.
Sedangkan, pada Maret 2020, sebanyak 32.000 pekerja migran Indonesia kembali ke tanah air, dan 70 persen di antaranya adalah pekerja migran perempuan.
Sayangnya, pandemi tampak memengaruhi kesetaraan gender. Perempuan dan anak rentan menjadi sasaran kekerasan selama penerapan kebijakan belajar dan bekerja dari rumah.
Baca Juga: Kisah Sukses Perempuan Tambah Cuan dengan Bisnis Online Kala Pandemi
Khususnya perempuan, risiko mengalami kekerasan meningkat lantaran beban ganda yang harus dipikul perempuan selama beraktivitas di rumah.
Beban ganda, di mana perempuan mengurus rumah, anak, sekaligus bekerja, pada perempuan itu muncul akibat ketidaksetaraan gender di lingkungan rumah.
Berdasarkan survei Kemen PPPA di masa awal pandemi, sebanyak 91 persen anak didampingi orangtua selama belajar di rumah. Namun, tugas itu hanya dibebankan kepada perempuan.
Tingginya tingkat stres akibat kesulitan yang dialami selama pandemi berpotensi menyebabkan kekerasan berbasis gender terhadap perempuan.
Maka itu, tidak terbatas di Indonesia, Suranjan berharap semua orang tetap memperjuangkan kesetaraan gender meski terkendala pandemi.
"Kita tidak boleh membiarkan pandemi mengganggu perjuangan kita untuk kesetaraan gender," tegas Suranjan. Kesetaraan gender kini dirasa semakin penting.
Asisten Sekretaris Jenderal dan Deputi Direktur Eksekutif UN Women Anita Bhatia mengatakan bahwa kesetaraan gender butuh perjuangan bersama.
"Semua orang harus terlibat. Perkara ini (kesetaraan gender) terlalu besar untuk diperjuangkan seorang diri," ujar Anita yang juga menjadi pembicara dalam webinar tersebut. (*)