Parapuan.co - Pelecehan seksual yang masih marak terjadi menjadi hal yang tabu untuk dibahas bagi sebagian besar masyarakat.
Padahal pelecehan seksual banyak terjadi di ruang publik, ketika pelaku dan korban tak memiliki hubungan darah. Tak jarang pada kasus seperti ini pun ada saksinya.
Sayangnya, saksi pelecehan seksual sering kali tidak tahu apa yang bisa dilakukannya dan bagaimana cara mengintervensi kejadian teresebut.
Maka itu, tindakan pelecehan seksual di ruang publik ini pun tentu membuat para perempuan merasa tidak nyaman dan aman berada di luar rumah.
Dalam peluncuran kampanye Stand Up melawan pelecehan seksual di ranah publik gagasan L'Oreal Paris di Hari Perempuan Sedunia 2021, Andy Yentriyanti menyayangkan hal itu.
Baca Juga: Begini Cara Stop Salahkan Diri Sendiri Setelah Jadi Korban Ghosting
Andy Yentriyani selaku Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyadari pelecehan seksual di ruang publik ialah isu mengkhawatirkan.
"Apalagi sampai saat ini belum ada payung hukumnya di Indonesia. Sementara pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual masih tertunda.
Namun untuk penanganannya, seluruh pihak termasuk lembaga pemerintahan, aparat hukum, dan masyarakat umum perlu terlebih dahulu memahami bahwa insiden ini bukanlah hal yang sepele," tutur Andy Yentriyani pada Senin (8/3/2021).
Menurut hasil riset yang dilakukan oleh L'Oréal Paris secara nasional melalui IPSOS Indonesia, terdapat 82 persen perempuan di Indonesia pernah mengalami pelecehan seksual.
Menyedihkannya, angka milik Indonesia tersebut bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan hasil di tujuh negara lainnya yang juga menjadi responden.
Hal yang menyedihkan lagi, 91 persen dari 15.500 responden penelitian juga tidak tahu harus melakukan apa untuk bisa membantu korban.
Sehingga dapat dikatakan banyaknya kasus pelecehan seksual yang terjadi juga disebabkan oleh saksi yang tidak tahu harus berbuat apa.
Baca Juga: Hati-Hati! Ini 4 Dampak Overthinking Jika Terus Menerus Dibiarkan
Cinta Laura, sebagai spokeperson L'Oreal Paris, pada kesempatan yang sama juga sempat membagikan pengalaman dirinya yang menjadi korban dari pelecehan seksual.
"Satu jam setelah syuting kampanye Stand Up, aku pergi ke daerah Jakarta Pusat untuk bertemu teman. Kondisi saat itu banyak jalan ditutup.
Supaya lebih mudah, aku bilang sama sopir mau turun di sini saja, di seberang jalan, jadi bapaknya tidak perlu memutar," terang Cinta.
Saat Cinta turun dari mobil, tiba-tiba terdapat seorang laki-laki yang melakukan pelecehan seksual secara verbal pada dirinya.
Hal ini pun sontak membuat emosinya tersulut. Cinta juga menjelaskan kala itu dirinya menggunakan celana panjang, pakaian tertutup, dan masker.
"Coba tadi mas bilang apa? Kalau berani coba bilang lagi dan saya rekam buat langsung dilaporkan," kata Cinta saat menirukan apa yang diucapkan kala itu.
Perempuan berusia 27 tahun tersebut juga bilang pelaku tersebut langsung menunjukkan raut wajah kaget dan takut. Mungkin orang itu tak menyangka akan respon Cinta.
Duta Anti Kekerasan terhadap Perempuan ini menjelaskan, apapun pakaian yang dikenakan oleh korban pelecehan seksual tidak memiliki hubungan dengan penyebab terjadinya pelecehan.
Oleh sebab itu, kesadaran dengan adanya pelecehan seksual di ranah publik begitu penting dilakukan. Sebab, kita tidak hanya berpeluang menjadi korban, melainkan juga saksi.
Baca Juga: Sering Dialami! Kenali Perilaku dan Dampak Seksisme untuk Perempuan
L'Oreal Paris Indonesia pun bekerja sama dengan Komnas Perempuan dan Hollaback! Jakarta untuk meluncurkan kampanye Stand Up Against Street Harrasement.
Kampanye tersebut berupa pelatihan global intervensi pelecehan seksual di ruang publik yang dirancang khusus untuk memberdayakan perempuan.
Tidak hanya untuk korban, kampanye ini mendukung saksi pelecehan seksual untuk membantu korban dan mengintervensi pelaku dengan cara yang aman.
Hal ini dibutuhkan mengingat seringkali ketika saksi insiden pelecehan seksual di ruang publik, kita berpikir tidak dapat membantu.
Lantas jika suatu saat menjadi saksi pelecehan seksual, apa yang dapat kita lakukan?
Nah, pelatihan 5D hadir sebagai solusi, sebuah metode intervensi yang telah diakui oleh sejumlah ahli sebagai solusi aman, praktis dan efektif untuk mengambil tindakan.
Lantas 5D ini sendiri berarti sebagai berikut:
1. Dialihkan: Mengalihkan pelaku dengan melakukan hal seperti, berpura-pura menjadi teman, menanyakan waktu, dan alihkan perhatian
2. Dilaporkan: Temukan seseorang yang berwenang, misalnya guru, bartender, atau pengemudi bus, kemudian minta mereka untuk membantu.
3. Dokumentasi: Sebelum mendokumentasikan perhatikan dan saksikan. Kemudian tulis atau rekam video pelecehan.
Selanjutnya berikan rekaman kepada korban dan jangan pernah mem-posting rekaman atau menggunakannya tanpa izin dari korban.
Baca Juga: Hindari Fake Orgasm, Jadikan Hal Ini Sebagai Tujuan Utama Seks
4. Ditegur: Bicara dan tegur pelaku pelecehan, lalu lihat kondisi orang yang dilecehkan. Jika pelaku merespons, abaikan mereka; jangan memperkeruh situasi.
5. Ditenangkan: Menenangkan korban pelecehan setelah insiden terjadi. Lalu, mengakui bahwa kejadian tersebut adalah salah tapi bukan salah dirinya.
Hal lain yang disarankan ialah jadikan 'Ditegur' sebagai upaya terakhir untuk mencegah terjadinya pelecehan.
Selain itu, sebagai saksi, kamu dapat melakukan salah satu 'D' sesuai dengan situasi yang terjadi saat pelecehan. Karena keamanan kamu dan korban pelecehan harus diutamakan. (*)