Sekjen AJI Kritik Perusahaan Media di Indonesia Masih Tidak Sensitif Gender

Shenny Fierdha - Senin, 8 Maret 2021
Sekjen AJI Ika Ningtyas
Sekjen AJI Ika Ningtyas

SEO erat kaitannya dengan penggunaan kata kunci tertentu agar konten berita (artikel, video, atau gambar) bisa muncul di mesin pencari sesuai kata kuncinya.

Dengan demikian, masyarakat dapat menemukan konten berita yang dia mau dengan mengetik kata kunci tertentu.

Sementara, situs Entrepreneur.com menginformasikan bahwa SEO yang baik dapat menghasilkan uang bagi situs yang dikunjungi.

Baca Juga: Sama-sama Ditandai dengan Jerawat, Ini Dia Beda Antara Purging dan Breakout

Ini lantaran SEO yang baik memungkinkan orang untuk mengunjungi situs tertentu secara rutin, termasuk situs media.

Semakin banyak orang yang membuka situs tersebut, semakin banyak pula uang yang dapat dihasilkan situs.

Menyorot Kata “Digagahi”

Menurut Ika, judul dengan kata “cantik” atau “seksi” seperti itu hanyalah satu dari sekian banyak pemberitaan yang tidak sensitif gender di Indonesia.

Dia lalu mengkritik pemberitaan kasus pemerkosaan yang juga sering dituliskan secara tidak sensitif terhadap perempuan yang rata-rata menjadi korban.

Baca Juga: Berbahaya untuk Janin, 4 Bahan Makeup Ini Disebut Tidak Aman untuk Ibu Hamil

“Misal, kata ‘digagahi’ sering dipakai untuk berita korban pemerkosaan atau pelecehan seksual. Bayangkan, itu kasus pemerkosaan dan pelakunya dianggap gagah karena melakukan hal itu,” tutur Ika.

Bukan cuma tragis dan ironis, lanjut dia, kata “gagah” atau “digagahi” tersebut dapat memperburuk kondisi korban sehingga berpotensi menjadi korban untuk kesekian kalinya.

Maksudnya, setelah menjadi korban pemerkosaan, korban kemudian dapat menjadi korban pemberitaan tidak sensitif yang semakin memberatkan traumanya.

“Ketidakadilan gender masih terjadi. Budaya kita masih patriarkis. Pemberitaan kita masih tidak sensitif gender,” ujar Ika.

Baca Juga: Viral Aplikasi MyHeritage yang Bisa 'Menghidupkan' Kembali yang Mati, Begini Caranya

Publik Harus Kritis

Ika menilai bahwa masyarakat harus kritis dan cerdas dalam menanggapi pemberitaan yang tidak sensitif gender.

Menurutnya, sah-sah saja jika masyarakat memprotes langsung pemberitaan seperti itu.

“Protes langsung, bisa lewat media sosial Twitter atau dengan memberikan surat protes ke redaksi maupun dewan pers karena masyarakat merasa keberatan dengan judul berita,” jelas Ika.

Tanpa kritik masyarakat, perusahaan media tidak akan berbenah diri dan memperbaiki segala kekurangannya.

Baca Juga: Rayakan Hari Perempuan Internasional dengan Quotes dari Tokoh Dunia Ini

Itulah kenapa, terang Ika, masyarakat turut berperan penting dalam membentuk media yang lebih baik.

“Media harus semakin sehat dan jangan bersikap tidak sensitif gender seperti ini,” pungkas Ika.

(*)

Sumber: Kompas.com,entrepreneur.com,edu.gcfglobal.org,chiefcontent.com
Penulis:
Editor: Linda Fitria