Ia pernah melakukan kampanye untuk kerja 48 jam seminggu, upah minimum yang ditetapkan, dan larangan pekerja anak di Amerika Serikat bersama Women’s Trade Union League.
3. Ibu Negara Terlama
Dengan menjabatnya Franklin Roosevelt selama empat periode, Eleanor memegang rekor sebagai Ibu Negara terlama dalam sejarah Amerika Serikat, tepatnya dari tahun 1933-1945.
Baca Juga: 3, 5 Tahun Pacaran, Julie Estelle dan David Tjiptobiantoro Akhirnya Menikah
4. Konferensi Pers Khusus Jurnalis Perempuan
Selama menjadi Ibu Negara di Gedung Putih, Eleanor pernah mengadakan konferensi pers yang hanya dihadiri oleh jurnalis perempuan.
Akibatnya, banyak kantor berita akhirnya mempekerjakan reporter perempuan pertama serta menjadi terobosan baru bagi Amerika Serikat.
5. Membuktikan Ibu Negara Tak Hanya Urus Hal Domestik
Saat Eleannor dilantik sebagai ibu negara, banyak yang menganggap ibu negara hanya mengurus hal-hal domestik saja.
Baca Juga: Kini Tampil Berbeda, Leony Ungkap Hal Ini untuk Peringati Hari Perempuan Internasional
Akibatnya, Eleanor tertekan saat pindah ke Gedung Putih, sampai-sampai seorang penulis kontemporer memanggilnya "Ibu Negara yang Enggan".
Untungnya, dia akan memastikan bahwa peran ibu negara jauh melampaui tugas domestik saja.
6. Ingin ke Tempat Perang Bersama Palang Merah
Ketika Perang Dunia II pertama kali meletus di Eropa, Amerika Serikat tidak ikut berperang.
Namun, hal itu tidak menghentikan Eleanor untuk merencanakan perjalanan ke Eropa untuk bekerja dengan Palang Merah.
Baca Juga: AJI: Perusahaan Media di Indonesia Belum Dukung Kesetaraan Gender
Namun, sebagai ibu negara , dia dibujuk untuk tak melakukan hal tersebut lantaran risiko terluka atau ditangkap dianggap terlalu besar bagi keamanannya dan keamanan nasional.
7. Menulis Kolom
Selain mengerjakan proyek dan berbagai tugas sebagai ibu negara, Eleanor menulis enam opini mingguan sebagai bagian dari kolom surat kabar berjudul My Day.
Eleanor membahas segala macam pendapatnya tentang politik bahkan kehidupan pribadinya sendiri.
Selama menulis di kolom hampir tiga dekade, dia hanya absen menulis selama satu minggu ketika suaminya, Franklin, meninggal pada tahun 1945.
(*)