Hal ini disebabkan, volatile organic compound yang keluar dari kerongkongan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti penyakit saluran pernapasan, makanan, dan rokok.
Hal ini juga disampaikan oleh Dicky Budiman, ahli Epidomiologi dan Peneliti Pandemi dari Griffith University Australia, seperti diberitakan di laman Kompas.com, (30/1/2021).
Terkait adanya pro dan kontra alat deteksi cepat Covid-19 ini harus disikapi dengan menempatkan porsi yang tepat dan proporsional, pada tataran ilmiah dan tetap kritis.
Terlebih belum ada negara yang menerap tes napas untuk deteksi virus corona seperti GeNose C19.
Dicky menyampaikan alat skrining Covid-19 ini penempatannya belum tepat.
Sebab, target populasi yang dilakukan dalam uji klinik adalah orang yang rentan atau berisiko tinggi terhadap paparan Covid-19, yakni di rumah sakit.
Sementara, dipergunakan di stasiun kereta api dan bus yang populasinya masuk ke dalam kategori risiko rendah.
"Jadi harus ada riset lagi. Jadi sekali lagi saya sampaikan bukan masalah tes-alat ini tidak akurat, ya akurat iya, karena riset ini bukan hal yang pertama di dunia, banyak negara lain yang sudah melakukan. Tapi kalau ditujukan untuk skrining (masyarakat umum), desainnya juga harus ditujukan untuk (umum) itu harus dilakukan. Sehingga, positive prediction value-nya itu tidak rendah," ungkap Dicky Budiman, dikutip PARAPUAN dari laman Kompas.com, (30/1/2021). (*)