Mengenal GeNose : Alat Deteksi Covid-19 dalam 2 Menit yang Menuai Kontra

Ratu Monita - Kamis, 11 Maret 2021
Genose C19 adalah alat untuk mendeteksi Covid-19 yang dikembangkan oleh Universitas Gadjah Mada (UGM).
Genose C19 adalah alat untuk mendeteksi Covid-19 yang dikembangkan oleh Universitas Gadjah Mada (UGM). Dokumen ristekbrin.go.id via Kompas.com

Parapuan.co - Baru-baru tersiar kabar mengenai salah satu promotor dalam negeri mengusulkan untuk menggunakan alat deteksi Covid-19 dengan GeNose C19 guna menggelar kembali konser tatap muka.

Melihat alat tes Covid ini sudah digunakan di beberapa lembaga seperti KAI untuk perjalanan kereta antar kota dan provinsi.

Namun, seperti apa alat deteksi covid buatan Universitas Gadjah Mada tersebut?

GeNose C19 adalah alat deteksi Covid-19 hasil pengembangan para peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM) yang memiliki kemampuan medeteksi virus corona dalam tubuh walam waktu tidak lebih dari 2 menit.

Baca Juga: Kenali Vaksin Covid-19 AstraZeneca yang Baru Saja Tiba, dari Efikasi hingga Efek Samping

Dilansir dari lama resmi UGM, salah satu peneliti GeNose, Dian Kesumapramudya Nurputra menjelaskan, GeNose bekerja mendeteksi Volatille Organic Compound (VOC) yang terbentuk karena adanya infeksi Covid-19 dan keluar bersamaan dengan nafas yang diembuskan.

Setelah itu diidentifikasi melalui sensor-sensor yang kemudian datanya diolah dengan bantuan teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligency (AI).

Kemudian hanya dalam waktu kurang dari 2 menit alat ini dapat mendeteksi seseorang positif atau negatif Covid-19.

Diketahui akurasi dari GeNose mencapai 95 persen dalam mendeteksi keberasaan virus corona dalam embusan napas, seperti dikutip dari Kompas.com, (31/1/2021).

Selain mampu mendeteksi dengan cepat dan akurat, penggunaan alat ini juga lebih terjangkau dibandingkan dengan tes usap PCR.

Alat deteksi ini juga sudah mengantongi izin edar dari Kementerian Kesehatan pada Kamis (24/12/2020).

“Alhamdulillah, berkat doa dan dukungan luar biasa dari banyak pihak GeNose C19 secara resmi mendapatkan izin edar (KEMENKES RI AKD 20401022883) untuk mulai dapat pengakuan oleh regulator, yakni Kemenkes, dalam membantu penanganan Covid-19 melalui skrining cepat,” kata Prof Dr Eng Kuwat, dikutip PARAPUAN dari laman UGM.

Baca Juga: Pernah Alami Long Covid, Melaney Ricardo Wanti-wanti Masyarakat: Covid-19 Bukan Gimmick

Namun, alat deteksi yang sudah digunakan untuk kereta dan bus ini sempat menuai pro dan kontra.

Efektivitas alat ini sempat diragukan oleh epidemiologi dari Universitas Indonesia, Pandu Riono.

GeNose dinilai belum bisa menggantikan pengecekan Covid-19 yang sudah ada, sebab alat ini masih dalam fase eksperimental.

"Jadi janganlah diklaim bahwa alat ini bisa menggantikan tes-tes yang sudah valid. Kalau menurut saya, alat ini masih fase eksperimental, belum selesai, jadi masih belum meyakinkan," kata Pandu dikutip dari  laman Kompas.com, (26/1/2021).

Selain itu, pendeteksian dari GeNose yang disebut dengan metode tidak langsung ini menurut Pandu belum efektif untuk mengetahui apakah seseorang terinfeksi virus SARS-COV-2.

Hal ini disebabkan, volatile organic compound yang keluar dari kerongkongan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti penyakit saluran pernapasan, makanan, dan rokok. 

Hal ini juga disampaikan oleh Dicky Budiman, ahli Epidomiologi dan Peneliti Pandemi dari Griffith University Australia, seperti diberitakan di laman Kompas.com, (30/1/2021).

Terkait adanya pro dan kontra alat deteksi cepat Covid-19 ini harus disikapi dengan menempatkan porsi yang tepat dan proporsional, pada tataran ilmiah dan tetap kritis. 

Terlebih belum ada negara yang menerap tes napas untuk deteksi virus corona seperti GeNose C19.

Dicky menyampaikan alat skrining Covid-19 ini penempatannya belum tepat.

Sebab, target populasi yang dilakukan dalam uji klinik adalah orang yang rentan atau berisiko tinggi terhadap paparan Covid-19, yakni di rumah sakit.

Sementara, dipergunakan di stasiun kereta api dan bus yang populasinya masuk ke dalam kategori risiko rendah.

"Jadi harus ada riset lagi. Jadi sekali lagi saya sampaikan bukan masalah tes-alat ini tidak akurat, ya akurat iya, karena riset ini bukan hal yang pertama di dunia, banyak negara lain yang sudah melakukan. Tapi kalau ditujukan untuk skrining (masyarakat umum), desainnya juga harus ditujukan untuk (umum) itu harus dilakukan. Sehingga, positive prediction value-nya itu tidak rendah," ungkap Dicky Budiman, dikutip PARAPUAN dari laman Kompas.com, (30/1/2021). (*)

Sumber: kompas,ugm.ac.id
Penulis:
Editor: Maharani Kusuma Daruwati


REKOMENDASI HARI INI

Kampanye Akbar, Paslon Frederick-Nanang: Kami Sedikit Bicara, Banyak Bekerja