"Jika orang Asia, Amerika, dan seluruh dunia takut karena memiliki musuh tak terlihat, yakni virus Covid-19, sementara saya takut untuk menghadapi yang tak terlihat dan terlihat," ungkap Katie dilansir dari laman Health pada (9/4/2021).
Baca Juga: Ajaibnya Kegiatan Bersih-bersih Rumah, Bisa Usir Stres di Kala Pandemi
Katie pun menambahkan, saat itu kesehatan mentalnya berada di titik terendah, ia mengalami depresi melihat betapa beratnya menjadi kelompok minoritas.
Hingga berjalan setahun pandemi virus corona, kasus kejahatan rasial ini pun terus bertambah seiring bertambahnya jumlah orang yang terkonfirmasi Covid-19.
Berdasarkan hasil laporan kelompok advokasi Stop AAPI Hate dimulai dari 19 Maret 2020 hingga 28 Februari 2021 menemukan 3.795 insiden kejahatan rasial yang terjadi.
Baca Juga: Ini Alasan Para Ahli Sebut GeNose Belum Maksimal Deteksi Covid-19
Jenis diskriminasi yang dialami pun beragam, dimulai dari pelecehan secara verbal, pengucilan, serangan fisik, pelanggaran hak-hak sipil, dan pelecehan yang dilakukan secara online.
Akan tetapi jenis kejahatan yang paling banyak dilakukan adalah pelecehan secara verbal, kemudian baru diikuti dengan pengucilan dan serangan fisik.
Mirisnya, berdasarkan data hasil pelaporan, jumlah perempuan yang menjadi korban 2,3 kali lebih banyak dibandingkan laki-laki.
Puncaknya, saat terjadi kasus penembakan di Atlanta, negara bagian Georgia Amerika Serikat yang menewaskan warga keturunan Asia.
Baca Juga: Kekerasan Berbasis Gender Online Meningkat, Ini Dampaknya Bagi Korban
Melansir dari laman New York Times, pada Selasa (16/3/2021) 8 orang tewas dalam aksi penembakan yang terjadi di tiga panti pijat.
Di mana enam dari delapan korban adalah warga keturunan Asia, dan tujuh di antaranya berjenis kelamin perempuan.
(*)