Parapuan.co - Setelah beberapa waktu lalu Amerika ramai dengan isu rasial terhadap orang kulit hitam, belum lama isu rasial muncul kembali namun menimpa orang keturunan Asia yang tinggal di Amerika.
Sontak hal tersebut menyita perhatian publik, sebab isu rasial telah memunculkan banyak korban hingga menimbulkan banyak penolakan.
Penolakan terhadap aksi rasial ini akhirnya melatar belakangi munculnya lembaga yakni Stop Asian Hate.
Baca Juga: Terbukti! Pemimpin Perempuan Lebih Sukses Menghadapi Krisis Pandemi Covid-19, Ini Alasannya
Stop Asian Hate berdiri sebagai respon atas meningkatnya ujaran kebencian, kekerasan, diskriminasi, dan perundungan yang diterima oleh warga keturunan Asia-Pasifik di AS akibat pandemi Covid-19.
Isu rasial ini sebenarnya sudah ada semenjak pandemi virus corona hadir di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Hal ini terbukti dari kisah seorang perempuan keturunan Tiongkok yang sudah tinggal di Amerika selama 20 tahun, dilansir dari laman Health.
Baca Juga: Berdasarkan Survei, Remaja Juga Terdampak Pandemi Karena Hal Ini
Katie Zhou, perempuan keturunan China ini membagikan cerita ketakutan dan kecemasannya tinggal di Amerika saat kondisi isu rasial mulai menyebar pada April 2020 hingga membuat kesehatan mentalnya goyah.
Perempuan berusia 24 tahun tersebut lahir dari kedua orang tua imigran.
Meskipun memiliki nama lahir Shujia, Katherine adalah namanya di akta kelahiran.
"Saya orang Amerika sampai penyakit bernama COVID-19, atau yang disebut virus China oleh kebanyakan orang, menghancurkan Kota Wuhan dan menyebar ke seluruh dunia," tutur Katie.
Baca Juga: Bisa Berisiko, Amankah Data Pribadi dalam Paspor Vaksin Digital Saat Bepergian?
Ia juga menceritakan dirinya dan keluarga seolah menjadi hal yang membahayakan bagi orang lain, padahal dirinya dan keluarga tidak menyakiti siapa pun.
Pada masa awal pandemi tersebut, toko-toko milik Asia secara perlahan mulai kehilangan pelanggannya dan satu-persatu dari mereka mulai tutup.
Hal yang paling parah, awal April 2020 seorang perempuan Asia yang sedang membuang sampah disiram cairan asam oleh seorang pria tak dikenal.
Kejadian tersebut mengakibatkan sang perempuan Asia menderita luka bakar tingkat dua.
Baca Juga: Benarkah Penderita PCOS Meningkatkan Risiko Infeksi Covid-19? Ini Penjelasannya
Tak hanya itu, tindakan lainnya seperti seorang pria diludahi di kereta, kemudian restoran Korea dirusak dengan coretan rasis pun terjadi.
Melihat banyaknya rentetan cerita yang dialami oleh warga keturunan Asia membuat Katie begitu cemas, bahkan hanya untuk melakukan aktivitas seperti berbelanja menjadi hal menakutkan bagi dirinya.
"Jika orang Asia, Amerika, dan seluruh dunia takut karena memiliki musuh tak terlihat, yakni virus Covid-19, sementara saya takut untuk menghadapi yang tak terlihat dan terlihat," ungkap Katie dilansir dari laman Health pada (9/4/2021).
Baca Juga: Ajaibnya Kegiatan Bersih-bersih Rumah, Bisa Usir Stres di Kala Pandemi
Katie pun menambahkan, saat itu kesehatan mentalnya berada di titik terendah, ia mengalami depresi melihat betapa beratnya menjadi kelompok minoritas.
Hingga berjalan setahun pandemi virus corona, kasus kejahatan rasial ini pun terus bertambah seiring bertambahnya jumlah orang yang terkonfirmasi Covid-19.
Berdasarkan hasil laporan kelompok advokasi Stop AAPI Hate dimulai dari 19 Maret 2020 hingga 28 Februari 2021 menemukan 3.795 insiden kejahatan rasial yang terjadi.
Baca Juga: Ini Alasan Para Ahli Sebut GeNose Belum Maksimal Deteksi Covid-19
Jenis diskriminasi yang dialami pun beragam, dimulai dari pelecehan secara verbal, pengucilan, serangan fisik, pelanggaran hak-hak sipil, dan pelecehan yang dilakukan secara online.
Akan tetapi jenis kejahatan yang paling banyak dilakukan adalah pelecehan secara verbal, kemudian baru diikuti dengan pengucilan dan serangan fisik.
Mirisnya, berdasarkan data hasil pelaporan, jumlah perempuan yang menjadi korban 2,3 kali lebih banyak dibandingkan laki-laki.
Puncaknya, saat terjadi kasus penembakan di Atlanta, negara bagian Georgia Amerika Serikat yang menewaskan warga keturunan Asia.
Baca Juga: Kekerasan Berbasis Gender Online Meningkat, Ini Dampaknya Bagi Korban
Melansir dari laman New York Times, pada Selasa (16/3/2021) 8 orang tewas dalam aksi penembakan yang terjadi di tiga panti pijat.
Di mana enam dari delapan korban adalah warga keturunan Asia, dan tujuh di antaranya berjenis kelamin perempuan.
(*)