Sindrom Stockholm di Tengah Masyarakat
Sindrom Stockholm biasanya dikaitkan dengan korban penculikan dan tersangka yang menjeratnya.
Akan tetapi, saat ini faktanya, di tengah-tengah masyarakat, sindrom ini juga berkembang dalam sejumlah situasi, seperti:
1. Hubungan asmara yang tidak sehat
Seperti sudah disinggung sebelumnya, Sindrom Stockholm merupakan respons psikologis yang terbangun selama beberapa waktu, bisa hitungan hari, bulan, atau tahun.
Selama itu pula, perasaan positif korban terhadap pelaku kekerasan terus tumbuh, terlebih kalau pelaku adalah kekasihnya sendiri.
Maka dari itu, korban tidak sadar kalau ia mengalami kekerasan dan mesti segera keluar dari situasi hubungan asmara tidak sehat yang dijalaninya.
Tak hanya dalam hubungan asmara pacaran, kondisi ini masih mungkin terjadi saat kamu sudah berumah tangga hingga akhirnya menjadi KDRT.
Baca Juga: Belajar dari Nindy Ayunda, Ini Tanda-tanda Perempuan Sudah Jadi Korban KDRT
2. Kekerasan terhadap anak
Seringkali, korban kekerasan yang masih anak-anak belum mampu mengenali tindakan yang diterimanya.
Alhasil, mereka merasa bahwa mematuhi pelaku kekerasan adalah cara yang tepat untuk tidak mendapat siksaan yang lebih berat lagi.
3. Perdagangan seks
Tak peduli meski dianiaya, perempuan yang terjerat perdagangan seks akan merasa bergantung kepada pelaku untuk memenuhi kebutuhannya.
Sebagian dari mereka menuruti apapun permintaan pelaku, serta menolak untuk melapor atau bekerja sama dengan polisi.