Nurmawati menerangkan bahwa korban yang mengalami atau melihat tindak kekerasan bisa saja menyalahartikan hal tersebut sebagai sesuatu hal wajar.
Tak jarang individu tersebut mengaplikasikan hal yang dilihat dan dialaminya pada kehidupannya.
Namun meski begitu, ada pula yang menjadikan pengalaman KDRT mejadi sebuah pembelajaran untuk tidak mengulanginya di masa depan.
Tapi sayangnya, hanya segelintir korban KDRT yang merasakan hal tersebut dan berusaha tidak melakukan kesalahan yang serupa.
Baca Juga: 5 Tanda Kita Kurang Memperhatikan Diri Sendiri dan Cara Mengatasinya
Lebih jauh, Nurmawati menjelaskan bahwa jenis kelamin turut menentukan bagaimana sikap seseorang sebagai korban KDRT.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan organisasi berbasis di Yogyakarta, anak laki-laki yang melihat dan menjadi korban KDRT memiliki kecenderungan untuk tumbuh sebagai pelaku KDRT.
Sebaliknya, anak perempuan justru akan tumbuh dengan mental yang bermasalah, serta cenderung menjadi korban kekerasan pasangannya di masa depan.
"Perempuan korban KDRT akan berpikir bahwa dipukul dan direndahkan oleh suami adalah hal wajar sebuah ia tidak bisa memuaskan pasangan. Ia merasa layak mendapatkan hal tersebut karena tidak cantik, tidak bisa masak, dan lain-lain," ujar Nurmawati.