Parapuan.co - Bencana banjir bandang dan longsor baru saja terjadi di Wilayah Timur Indonesia.
Nusa Tenggara Timur menjadi daerah yang dilanda bencana banjir bandang dan juga longsor pada hari Minggu (4/4/2021).
Baca Juga: Dari Bibit Siklon Sampai Korban Berjatuhan, Ini Sederet Fakta Banjir Bandang NTT
Banyak korban yang harus kehilangan keluarganya, termasuk anak-anak yang kehilangan orang tuanya.
Kehilangan orang yang terkasih dapat menyisakan trauma pada diri kita.
Apa lagi jika kita masih sangat muda saat kehilangan orang yang kita kasihi tersebut.
Masa kanak-kanak merupakan masa di mana anak berkembang dan mengeksplor minatnya.
Namun, trauma yang menyisa akibat bencana alam dapat menjadi penghalang bagi anak untuk dapat berkembang.
Untuk menghilangkan trauma memang butuh waktu, namun tidak ada salahnya jika anak-anak mencoba hal baru untuk meredakan sedikit trauma yang dirasa.
Hal tersebut sekaligus dapat menjadi penghiburan bagi hati yang berduka.
Pada hari Selasa (6/4/21), PARAPUAN berbincang secara daring dengan Ahmad Humaidi, pengurus Komunitas Pasir Putih Pemenang.
Komunitas tersebut berlokasi di Lombok Utara, mereka adalah penyintas bencana gempa bumi yang terjadi pada bulan Maret tahun 2019.
Komunitas Pasir Putih Pemenang adalah sebuah organisasi yang fokus pada pengembangan pengetahuan literasi media, seni serta studi sosial dan budaya di Lombok Utara.
Saat berbincang dengan PARAPUAN, Ahmad Humaidi bercerita mengenai trauma yang terjadi pada anak-anak korban bencana gempa tersebut.
Ahmad Humaidi menyatakan bahwa trauma pada korban sangat terasa dan terlihat, terutama yang dialami oleh anak-anak yang kehilangan orang tuanya.
Anak-anak cenderung menjadi diam, tidak mau melakukan aktivitas, atau pun berkomunikasi dengan orang lain.
"Iya, trauma pasti ada, terutama anak-anak yang ditinggal oleh orang tuanya. Langsung murung dan diam, diajak bicara juga jadi susah.
"Nah, Pasir Putih Pemenang sebagai komunitas yang bergerak sosial masyarakat dengan pendekatan seni tentu ingin bantu dengan kegiatan-kegiatan pengobat trauma," ungkap Ahmad Humaidi.
Komunitas Pasir Putih Pemenang sebagai komunitas yang bergerak sosial masyarakat dengan pendekatan seni akhirnya memutuskan untuk melakukan kegiatan.
Kegiatan tersebut mereka sebut sebagai kegiatan trauma healing.
Mereka menggunakan medium seni untuk perlahan-lahan meredakan trauma pada anak-anak pasca bencana alam.
Baca Juga: Musibah Melanda NTT, Ini Kebutuhan Anak-anak di Lokasi Bencana
Saat kondisi daerah Lombok Utara sudah cukup stabil, Komunitas Pasir Putih Pemenang menggelar konser sebagai penghiburan.
Musisi yang tampil merupakan anggota komunitas tersebut dan musisi-musisi Lombok.
Komunitas Pasir Putih pemenang juga mengajak komunitas-komuntas jaringannya yang ada di luar daerah Lombok Utara untuk berpartisipasi.
Jaringan komunitas tersebut diminta untuk secara sukarela membuat sesi kelas keterampilan gratis bagi anak-anak korban bencana alam.
"Kami mengajak komunitas-komunitas jaringan kami untuk berpartisipasi melakukan trauma healing.
"Kami ajak Pak Emi untuk pewayangan dan Asti dari Forum Lenteng Jakarta untuk buka kelas nari.
"Banyak lagi yang kami lakukan untuk menghibur warga," ungkap Ahmad Humaidi.
Mereka mengadakan kelas kesenian seperti kelas perwayangan, kelas sketsa, dan kelas tari.
Ahmad Humaidi menyatakan bahwa kelas kesenian tersebut diharapkan dapat mengembalikan kembali semangat anak-anak korban bencana alam.
Komunitas Pasir Putih Putih Pemenang berharap anak-anak dapat mengalihkan fokus mereka ke sesuatu yang baru dan juga sekaligus mengembangkan bakat mereka.
Baca Juga: Usai Banjir Bandang NTT, BNPB Pastikan Perempuan dan Anak Nyaman di Pengungsian
Sampai saat ini Komunitas Pasir Putih Pemenang masih berkomitmen memberikan fasilitas belajar kesenian bagi anak-anak Lombok Utara.
Kegiatan yang dilaksanakan Pasir Putih Pemenang dapat menjadi inspirasi dan pembelajaran bagi kita semua dalam menghadapi bencana alam dan trauma, terutama pada anak-anak. (*)