Menurut penjelasan Iptu Niken Kintaka Sari, M.Psi., salah satu psikolog Biro Psikologi SSDM Polri, mengatakan bahwa trauma itu sendiri membutuhkan waktu selama 6 bulan untuk bisa dipastikan diagnosanya.
Sehingga reaksi yang muncul dari para penyintas saat awal terjadi musibah itu belum bisa disebut trauma.
“Kalau dari panduan diagnosanya itu kurang lebih 6 bulan kita baru bisa menegakkan apakah penyintas (survivor) itu benar-benar mengalami trauma karena musibah yang dialami. Jadi, reaksi yang muncul di awal saat musibah atau reaksi yang muncul di awal saat situasi tanggap darurat itu tidak bisa atau belum bisa dikatakan sebagai trauma,” terang Iptu Niken, saat dihubungi PARAPUAN, Sabtu (10/4/2021).
Baca Juga: Simak, Berikut Langkah Evakuasi Mandiri Saat Terjadi Gempa Bumi
Bahkan tidak setiap penyintas yang benar-benar mengalami trauma, disebabkan oleh bencana yang dialami tersebut. Hal ini karena setiap individu memiliki latar belakang permasalahan yang berbeda beda sebelum menghadapi kondisi bencana.
Kondisi psikologis pada masa bencana ini sendiri bisa dibagi menjadi dua.
- Critical Incident Stress yaitu stres yang muncul sebagai reaksi atas peristiwa bencana (perubahan mendadak dan masif).
- Stres pasca trauma yaitu kondisi psikologis di mana seseorang reexperiencing peristiwa traumatis. Biasanya dialami oleh sedikit orang dan gejalanya terus menerus muncul menganggu hingga kurun waktu lebih dari 1 bulan.
Jika trauma itu sendiri baru bisa didiagnosa setelah enam bula, lalu apa yang sebenarnya dialami oleh para penyintas atau korban bencana ini?