Tak Bisa Sembarangan, Ini Pertolongan Pertama Psikologis Saat Bencana

Maharani Kusuma Daruwati - Selasa, 13 April 2021
Potret kerusakan karena Gempa Malang.
Potret kerusakan karena Gempa Malang. Twitter @bpbdkabmalang

Parapuan.co – Terjadinya sebuah bencana alam mungkin akan memunculkan adanya reaksi psikologis bahkan trauma pada para korban.

Untuk itu, penting untuk memberikan pendampingan serta penaganan khusus kepada para penyintas ini.

Hal ini dapat dilakukan dari sejak masa tanggap darurat hingga pasca bencana/recovery.

Memang tidak semua orang akan mengalami trauma, namun dengan adanya pendampingan ini akan lebih meminimalisir terjadinya trauma tersebut.

Menurut penjelasan Iptu Niken Kintaka Sari, M.Psi., salah satu psikolog di Biro Psikologi SSDM Polri, mengatakan bahwa trauma itu sendiri membutuhkan waktu selama 6 bulan untuk dapat didiagnosa.

Sehingga reaksi yang muncul dari para penyintas saat awal terjadi musibah itu belum bisa disebut trauma.

Baca Juga: Miris, Kekerasan Seksual dan Perkawinan Anak Bisa Terjadi di Lokasi Pengungsian

“Kalau dari panduan diagnosanya itu kurang lebih 6 bulan kita baru bisa menegakkan apakah penyintas (survivor) itu benar-benar mengalami trauma karena musibah yang dialami.

"Jadi, reaksi yang muncul di awal saat musibah atau reaksi yang muncul di awal saat situasi tanggap darurat itu tidak bisa atau belum bisa dikatakan sebagai trauma,” terang Iptu Niken Kintaka Sari, M.Psi., saat dihubungi PARAPUAN via telepon, Sabtu (10/4/2021).

Niken menjelaskan bahwa apa yang dialami penyintas sesaat setelah bencana ini merupakan reaksi stress dalam masa krisis.

“Artinya, itu adalah reaksi yang dalam tanda kutip wajar muncul karena kondisi yang tidak normal atau kondisi yang tidak seperti biasanya,” terangnya.

Reaksi yang muncul pun akan bermacam-macam serta berbeda pada setiap individu.

Untuk itu lah perlu adanya pendampingan psikologis pada korban bencana.