Parapuan.co - Terapi musik mungkin terdengar asing bagi kita karena di Indonesia sendiri jarang ditemui terapi yang menggunakan musik.
Di beberapa negara, terapi musik merupakan jenis terapi yang cukup sering diberikan terutama pada penderita gangguan mental.
Bahkan, beberapa universitas di luar negri menawarkan jurusan terapi musik.
Terapi musik dipercaya memiliki kekuatan untuk menyembuhkan kita dari gangguan mental maupun penyakit fisik.
Baca Juga: Kelelahan Empati Itu Nyata dan Mungkin Kita Alami, Ini Penjelasannya
Apa itu musik terapi dan di manakah kekuatannya? Begini penjelasannya.
Melansir dari The New York Times, terapi musik adalah hal terakhir yang ada di pikiran Julio Justo, seorang seniman perempuan asal Argentina, saat dia datang ke Mount Sinai Beth Israel Union Square Clinic, New York City.
Julio harus melakukan pengobatan untuk kanker yang diidapnya pada tahun 2016.
Saat harus terapi radiasi, Julio merasa cemas namun musik berhasil mengatasi kecemasannya.
"Aku merasa lebih tenang," ungkap Julio Justo.
Julio Justo, yang telah bebas dari kanker selama lebih dari empat tahun, terus mengunjungi rumah sakit setiap minggu pandemi untuk bertemu dengan Andrew Rossetti.
Andrew adalah terapis musik yang riff gitar lembutnya membantu Julio menghadapi pengobatan kankernya.
Kekuatan terapi musik, yang dibanggakan oleh para filsuf seperti Aristoteles dan Pythagoras, sekarang sedang diuji oleh penelitian medis.
Terapi musik banyak digunakan dalam perawatan untuk pederita asma, autisme, depresi, dan lainnya.
Termasuk juga gangguan otak seperti parkinson, alzheimer, epilepsi, dan stroke.
Live music mulai dihadirkan di beberapa tempat di Rumah Sakit Mount Sinai seperti ruang tunggu onkologi untuk menenangkan pasien yang hendak kemoterapi.
Baca Juga: Penting! Lakukan Kebiasaan Sederhana Ini Untuk Mencegah Kanker Serviks
Live music juga hadir di sekitar ruang persalinan untuk menenangkan ibu hamil dan menyambut bayi yang baru lahir.
Sebuah tinjauan dari 400 makalah penelitian yang dilakukan oleh Daniel J. Levitin di McGill University pada tahun 2013 menyimpulkan bahwa mendengarkan musik lebih efektif daripada obat penenang dalam mengurangi kecemasan sebelum operasi.
"Musik membawa pasien ke perasaan yang familiar dengan diri sendiri atau memorinya. Hal ini membuat mereka rileks tanpa efek samping," kata Dr. Manjeet Chadha, direktur onkologi radiasi di Mount Sinai Downtown di New York.
Dr. Manjeet juga menjelaskan bahwa musik juga dapat mengatasi fobia tertentu.
Andrew Rossetti ikut bercerita tentang pasiennya yang menderita klaustrofobia dan berhasil sembuh karena terapi musik.
Walaupun sedang pandemi, Andrew Rossetti tetap bermain musik secara langsung di rumah sakit untuk menenangkan para pasien juga para pekerja medis yang bekerja keras melawan Covid-19.
Baca Juga: Gila Belanja Termasuk Masalah Kesehatan Mental? Begini Penjelasannya!
Rumah Sakit Mount Sinai sendiri juga telah menyediakan fasilitas terapi musik bagi pekerja medisnya yang mengalami trauma akibat pandemi Covid-19.
Terapi musik dapat menjadi pilihan Kawan Puan sebagai program penyembuhan gangguan kesehatan mental mau pun pendampingan saat menghadapi penyakit tertentu.
Di Indonesia sendiri, terapi musik belum populer namun bisa ditemukan di Music Therapy Centre Indonesia. (*)