Sebagai solusinya, lanjut dia, helikopter menurunkan barang bantuan ke warga yang membutuhkan di darat dengan menggunakan tali.
"Menggunakan teknik sling load atau menggantungkan bantuan dengan tali sepanjang beberapa meter," imbuhnya.
Setelah barang bantuan sudah berhasil diturunkan ke darat, petugas BNPB lalu memberikan barang bantuan tersebut kepada kepala desa atau tokoh masyarakat.
Baca Juga: Seminggu Pasca Bencana di NTT, Suplai Air Bersih Masih Jadi Masalah
Para kepala desa atau tokoh masyarakat itu kemudian ditugaskan untuk menyalurkannya kepada warga yang terdampak bencana.
Guna memastikan semua warga terdampak bencana mendapat bantuan secara merata, penyaluran barang bantuan itu harus mengikuti data kependudukan yang ada.
"Berbekal dengan data kependudukan, kemudian kepala dusun (kepala desa atau tokoh masyarakat) membagikan bantuan kepada setiap kepala keluarga yang ada di wilayahnya masing-masing," terang Raditya lagi.
Baca Juga: Kondisi Ibu Hamil di Pengungsian NTT: Berbaur dan Saling Menguatkan
Selain mengangkut barang bantuan, helikopter BNPB ini juga berfungsi untuk mengangkut korban bencana yang membutuhkan bantuan medis.
Helikopter juga menerbangkan sejumlah tenaga dokter dan perawat yang ditugaskan di sejumlah lokasi untuk memberikan layanan medis bagi warga terdampak.
Penyaluran bantuan lewat jalur udara ini dibantu oleh Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU).
Baca Juga: Presiden Jokowi Pastikan Logistik untuk Pengungsi Bencana NTT Tercukupi
Seperti kita tahu, banjir bandang dan tanah longsor menerjang Kota Kupang dan 18 kabupaten di NTT pada Minggu (4/4/2021).
Beberapa kabupaten tersebut antara lain Flores Timur, Malaka, Lembata, Ngada, dan Alor.
Akibatnya, setidaknya 179 orang tewas sementara 45 orang lainnya masih hilang.
Banjir bandang dan tanah longsor ini disebabkan oleh siklon tropis Seroja yang terjadi sejak Jumat (2/4/2021) sampai Senin (5/4/2021).
(*)