Parapuan.co - Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) memberikan penyuluhan antikorupsi kepada narapidana tindak pidana korupsi (tipikor) di Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Wanita Kelas II A Kota Tangerang, Banten, pada Selasa (20/4/2021).
Kegiatan tersebut diikuti oleh 25 narapidana tipikor perempuan dari seluruh warga binaan korupsi yang berada di Lapas Wanita Kelas II A Kota Tangerang.
Dalam Konferensi Pers, Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana mengatakan dilakukannya penyuluhan ini agar para warga binaan tidak mengulang kembali kesalahannya setelah keluar dari Lapas.
Baca Juga: Angka Pernikahan Anak Masih Tinggi, Ini Mengapa Perjuangan R.A. Kartini Harus Dilanjutkan
Selain itu, warga binaan ini dipilih agar menggali pengalaman mereka dan kehidupan orang yang melakukan tindakan korupsi.
"Karena kalo kita yg bercerita kita belum pernah mengalami tentu akan susah. karena hanya membayangkan saja," kata Wawan.
Dalam hal ini, KPK akan menggali kehidupan warga binaan saat menjadi tersangka.
"Bukan pengalaman modusnya, kasusnya, bukan. Tapi dari kehidupan mereka, sisi sosial mereka, bagaimana menghadapi pada saat mereka menghadapi, disaat mereka jadi tersangka," kata dia.
Baca Juga: Ini Alasan Perempuan Harus Berani dan Tegas dalam Melawan Korupsi
Wawan menjelaskan bahwa para warga binaan korupsi merupakan orang yang bercerita dan merasakan langsung sehingga dapat menjadi gambaran dan semoga bisa menyadarkan masyarakat agar tak melakukan korupsi.
"Harapannya tentunya cerita ini oleh teman-teman KPK tentunya menjadi testimoni untuk ke depan supaya ini bisa disebarluaskan kepada orang-orang yang sekali lagi belum melakukan korupsi atau sedang, itu supaya kalo mendengar itu pilihan dia menjadi tidak jadi melakukan tindak pidana korupsi," kata Wawan.
Melibatkan Psikolog
Pada penyuluhan sebelumnya yang dilaksanakan di Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, Wawan mengatakan rencananya KPK akan mengundang orang-orang yang sedang melaksanakan asimilasi atau hendak keluar.
Baca Juga: KPK Ungkap Bahwa Perempuan Punya Peran Penting untuk Mencegah Korupsi, Caranya?
Namun, untuk di Lapas Wanita Tangerang sendiri memilih 25 orang dari seluruh warga binaan korupsi untuk mengikuti penyuluhan ini.
Sebanyak 25 orang ini dipilih dengan melibatkan Psikolog untuk dapat mengikuti penyuluhan.
"Karena mungkin yang paham mereka," kata Wawan.
KPK memilih 25 orang ini dengan melihat apakah mereka dapat menjalankan komitmennya atau tidak.
Baca Juga: Ruhana Kuddus, Jurnalis Perempuan Minang Pejuang Isu Kesetaraan Gender
"Apakah 25 orang ini kira-kira seperti apa ke depannya. Bisa nggak kita pegang komitmennya untuk melakukan kerja sama dengan kami jangan sampai juga kita salah pilih," kata Wawan
Oleh sebab itu, dari 25 warga binaan korupsi di Lapas Tangerang, dipilihlah 5 orang yang dapat kondusif dari Psikolog dan pihak KPK.
"Nah di sini 25 orang ini (Lapas Tangerang) masih lama keluarnya. Dari data yang di sini ada 4 orang yang sebentar lagi keluar. Satu lagi asimilasi dan 4 orang yang lainnya masih lama," kata Wawan.
Baca Juga: Dewas KPK Albertina Ho: Jangan Ada Standar Ganda dalam Keluarga
Namun untuk di Lapas Wanita Tangerang akhirnya mengikutkan 25 peserta dalam penyuluhan karena bertepatan dengan Hari Kartini yang berdekatan dengan pelaksanaan acara ini.
"Kebetulan di sini sedang Hari Kartini tentu saja ibu-ibu yang lain juga diikutsertakan dalam penyuluhan ini," kata Wawan.
Untuk Seluruh Elemen Masyarakat
Dalam Konferensi Pers, Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar mengatakan diadakannya penyuluhan bagi pada napi tipikor penting untuk seluruh elemen bangsa.
"Seluruh elemen masyarakat tidak terkecuali juga warga-warga binaan yang ada di permasyarakatan. Karena ini tugas teman-teman yang akan menjadi tugas berat teman-teman semua ini untuk mengembalikan, mempersiapkan kembali mereka ke masyarakat dalam keadaan baik dan kemudian bisa menjadi berubah," kata Lili.
Selain itu, Lili mengatakan pelaksanaannya sengaja dipilih untuk mengambil momen yang berdekatan dengan hari Kartini.
Dengan hal itu, diharapkan warga binaan korupsi dapat mengambil pelajaran masa lalu yang dialami oleh rekan-rekan perempuan.
"Paling tidak dia memberikan contoh, paling tidak menuangkan pokok-pokok pikirannya apa yang dirasakan dan apa yang menjadi ke depannya," lanjutnya.
Baca Juga: Ada Maudy Ayunda hingga Hwasa, Berikut Perempuan Asia dalam Forbes 30 Under 30 2021
Lili melanjutkan bahwa pendidikan ini diberikan karena mungkin saja ada warga binaan yang menjadi pelaku korupsi secara hukum tetapi dia jadi korban dan tidak ketahuan.
Bagi KPK, pendidikan yang dilakukan di lapas juga di lingkungan masyarakat ini merupakan pendidikan yang dilakukan secara tidak langsung.
Sesuaikan Gaya Hidup
Hj. Ida Lidia, warga binaan yang mengikuti program ini mengatakan bahwa ia bersyukur dengan adanya penyuluhan yang berfokus pada warga binaan ini.
Setelah ia mendapatkan penyuluhan ini, nantinya ia akan menyampaikan kepada keluarga mengenai pengalamannya, termasuk suami, anak, menantu, cucu, dan seluruh keluarga besarnya.
Baca Juga: Viral Konten Dokter yang Melecehkan, Ini Rekomendasi Konten Kesehatan yang Edukatif
"Jadi kepada itu [keluarga] dulu nanti mungkin. Nanti kebetulan anak saya juga ada yang bekerja di swasta di bank mengelola uang dan sebagiannya nanti biar mungkin dia bisa berbagi bahwa sebagai narapidana itu tidak enak, tidak enak banget sehingga nanti saya harus berbagi kepada mereka seperti apa rasanya di dalam. Dienak enakin juga tetap aja enggak enak lah, gitu," ujar Ida.
Ida pun berpesan kepada para perempuan di luar sana agar tidak melakukan korupsi.
Ida mengatakan kita sebagai perempuan jangan terlalu ingin mendapatkan uang dengan jumlah banyak dalam waktu singkat.
Baca Juga: Aturan Pemerkosa Nikahi Korban Masih Berlaku di 20 Negara, Bagaimana dengan Indonesia?
"Kadang-kadang kan teman-teman ini kan yang muda-muda penginnya segala macemnya serba instan. Misalnya pengen hape baru, misalnya nih ya. Sementara cari uang itu kan susah," jelas perempuan yang memiliki 3 orang anak ini.
Dia mengatakan lingkungan pun juga berpengaruh untuk mendorong terjadinya korupsi, seperti melihat teman di lingkungan pergaulan yang memiliki barang baru.
"Terutama dari pergaulan jangan suka melihat teman. Biasanya lingkungan. Kalo lingkungan seperti itu kan kita juga saling apa ya, panas atau apa gitu, ini kok bisa baru, sehingga mempengaruhi suami atau mempengaruhi keluarga sehingga terjadilah korupsi itu," kata Ida.
Selain itu, Ida juga mengatakan agar menyesuaikan gaya hidup dengan uang.
"Jadi kalo kata orang dulu apa ya, jangan besar pasak daripada tiang," katanya.
(*)