Parapuan.co - Anak yang mulai beranjak remaja seolah sudah punya dunianya sendiri.
Perasaan yang dialaminya pun mulai beragam.
Sebagian remaja juga mulai merasakan adanya jatuh cinta hingga kecewa dan patah hati.
Sehingga Kawan Puan yang memiliki anak remaja mungkin melihat dan menghadapi perilaku mereka yang tidak tertebak.
Punya dunianya sendiri, anak remaja cenderung memilih diam di kamar seharian dan tak mau diganggu.
Jika diajak berbicara, mereka biasanya memberikan tanggapan yang tidak dapat kita mengerti.
Mereka juga memiliki kecenderungan untuk memilih menghabiskan waktu bersama ponsel dan komputer daripada berkumpul di ruang keluarga bersamamu dan pasanganmu.
Baca Juga: 4 Kebiasaan Toxic Orang Tua Ini Bisa Berdampak Negatif pada Anak
Di saat-saat tertentu, anak remaja juga sering mengalami ledakan emosi, mereka akan marah atau menangis dengan sebab yang tidak diketahui.
Banyak dari kita yang mengasumsikan perilaku tersebut sebagai bentuk ketidakseimbangan hormon yang terjadi di usia remaja.
Namun, perilaku tersebut juga bisa jadi merupakan gejala depresi yang harus kita perhatikan.
Jika Kawan Puan sudah memiliki waktu untuk memulai pembicaraan dengan mereka tentang perilaku tersebut, berikanlah ruang untuk mereka mengeluarkan segala yang dirasakannya.
Jika gejala tersebut benar adalah akibat depresi yang mereka alami, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, terutama apa saja yang tidak seharusnya kita lakukan atau katakan kepada mereka.
Berikut hal yang harus kita hindari jika berinteraksi dengan anak remaja yang mengalami depresi, seperti dilansir Healthline.
Memaksa mereka untuk terbuka
Anak remajamu mungkin tidak selalu ingin membicarakan perasaannya atau berbagi proses yang mereka jalani dalam terapi.
Tentu, kamu ingin tahu keadaan dan perkembangan mereka, tetapi memaksa mereka untuk selalu terbuka akan membuat mereka merasa tidak nyaman.
Penting untuk mengetahui tentang perkembangan mereka namun ada baiknya jika menunggu mereka siap.
Ingatkan mereka bahwa kamu akan selalu ada setiap kali mereka butuh untuk berbicara.
Kawan Puan, kita memang butuh kesabaran saat menghadapi situasi seperti ini.
Pastikan kamu melakukan hal yang seharusnya, bukan malah menambah beban mereka.
Baca Juga: Si Kecil Sering Bertengkar dengan Saudara? Ini 4 Cara Mengatasinya
Memberi kritikan dan hukuman
Biasanya, ketika anak remaja kita memiliki nilai buruk di sekolah, tidak mau berinteraksi dengan keluarga, mengurung diri di kamar, kita sebagai orang tua sering menghukumnya.
Hukuman tersebut bisa berbentuk kritikan, menyita ponsel dan komputer mereka, atau melarang mereka melakukan hal yang disukai.
Namun, saat anak memiliki gejala depresi, hal tersebut tidak boleh kita lakukan.
Tentu saja, depresi bukanlah “tiket” bagi anak remaja untuk berperilaku buruk, namun kita harus bisa membedakan gejala yang menjadi penyebab dan kenakalan yang menjadi akibatnya.
Kamu bisa mengganti kritikan dan hukuman dengan memahami bahwa mereka sedang berjuang, dan beri dorongan untuk mereka untuk terus mencoba lebih baik.
Sebagai alternatif dari menyita ponsel, kamu dapat menyarankan kegiatan bersama keluarga atau mengundang sahabat-sahabat mereka.
Jika kamu membutuhkan kontribusi mereka di rumah, kamu dapat bertanya, "Saya tahu sulit untuk melakukan pekerjaan rumah saat kamu merasa seperti ini. Menurutmu apa yang bisa kamu tangani sekarang?”
Jangan lupa, ingatkan mereka bahwa kamu mencintai dan mendukung mereka.
Baca Juga: Si Kecil Mulai Tumbuh Dewasa, Beri Penjelasan Bijak Soal Perceraian
Menghakimi pikiran bunuh diri
PARAPUAN paham bahwa pasti sangat menyedihkan mengetahui buah hatimu melukai diri sendiri dengan berbagai cara berbahaya.
Naluri pertama kamu mungkin menggeledah kamar mereka dan membuang alat tajam untuk menyakiti diri sendiri dan memeriksa tubuh mereka setiap hari.
Tetapi perilaku ini sering kali hanya akan mempermalukan anakmu dan membuat mereka merasa dihakimi tanpa dipahami terlebih dahulu situasi yang mereka hadapi.
Ada baiknya jika Kawan Puan beri ruang bagi mereka untuk menceritakan hal yang memicu mereka melakukan tindakan percobaan bunuh diri.
(*)