Parapuan.co - Berapa waktu terakhir, ada sebuah cuitan akun Twitter bernama @dokterMade tentang anak perempuan kelas 3 SMA yang sudah ketagihan berhubungan intim.
Dalam cuitannya, akun @dokterMade menjelasakan bagaimana siswi tersebut nyaman berhubungan intim dengan seseorang yang lebih tua.
“Uniknya, anak ini suka berhubungan intim sama Bapak Bapak. Katanya lebih nyaman, daripada anak seusianya.”
Sempat terlintas kemungkinan anak tersebut mendapatkan imbalan dari apa yang dilakukan, @dokterMade menjelaskan kalau hal tersebut tidak benar.
“Ketika saya tanya, kamu dibayar berapa biasanya? Gak minta bayaran, tapi kadang Om-nya ngasi uang jajan sekedarnya.”
Utas yang menjadi trending Twitter di Indonesia ini dibanjiri komentar warganet termasuk Ligwina Hananto, seorang financial trainer dan stand up comedian perempuan asal Indonesia.
Ia mengatakan akan lebih menyeramkan jika orang dewasa memang menyebabkan situasi itu terjadi, memungkinkan adanya proses grooming terencana.
Melansir Education and Training State Government of Victoria, Australia, ini menyinggung tentang eksploitasi seksual di bawah umur dan merupakan ancaman yang nyata bagi anak-anak dan remaja dari segala usia dan latar belakang.
Hubungan ini sering melibatkan situasi dan hubungan di mana orang yang lebih muda menerima sesuatu seperti makanan, akomodasi, kasih sayang, hadiah, uang, alkohol, dan lainnya.
Eksploitasi seksual anak dapat terjadi secara langsung maupun daring. Parahnya, anak atau remaja sering tidak menyadari bahwa mereka adalah korban.
Baca Juga: 6 Jenis Bullying yang Ada di Masyarakat, dari Verbal hingga Pelecehan Seksual
Jadi, apa itu sexual grooming?
Grooming adalah saat seseorang melakukan perilaku predator untuk mempersiapkan seorang anak atau remaja untuk aktivitas seksual di kemudian hari.
Perawatan dapat mencakup komunikasi atau upaya untuk menjalin hubungan dengan anak atau orang tua mereka.
Anak-anak dan remaja sering kali ‘dipersiapkan’ sebelum mereka mengalami pelecehan seksual.
Awalnya, mereka akan tertipu dengan berpikir bahwa mereka dalam hubungan yang aman dan normal sehingga tidak tahu hal itu terjadi atau merasa tidak punya pilihan selain dilecehkan.
Mungkin akan sulit untuk mengidentifikasi kapan seseorang menjadi korban grooming hingga setelah mereka mengalami pelecehan seksual.
Sebab, perilaku grooming terkadang terlihat seperti perilaku peduli yang ‘normal’ dan dirasa baik-baik saja.
Ada beberapa contoh perilaku grooming yang terjadi pada anak-anak dan remaja. Pelaku biasanya akan memberikan hadiah atau perhatian khusus kepada anak-anak, remaja, atau orang tuanya.
Perilaku di atas biasanya akan membuat anak atau remaja bahkan orang tua mereka merasa istimewa dan berhutang budi kepada pelaku atau groomer.
Padahal, groomer bisa saja melakukan hal-hal yang tidak pantas kepada anak atau remaja tersebut.
Melakukan kontak fisik yang dekat secara seksual, seperti menggelitik yang tidak pantas, membelai, bahkan berhubungan intim.
Hal lainnya groomer secara terbuka atau berpura-pura tidak sengaja mengekspos korban pada ketelanjangan, materi seksual, dan tindakan seksual.
Ini bisa diklasifikasikan sebagai pelecehan seksual terhadap anak atau menjadi pendahulu dari serangan seksual fisik.
Bukan hanya itu, groomer biasanya akan mengendalikan anak atau remaja melalui ancaman, paksaan, atau penggunaan otoritas yang membuat mereka takut untuk melaporkan perilaku yang tidak diinginkan.
Groomer mungkin mengandalkan ponsel, media sosial, dan internet untuk berinteraksi dengan anak-anak.
Mereka berinteraksi dengan anak-anak dengan cara yang tidak pantas dan akan sering meminta anak untuk merahasiakan hubungan mereka.
Proses grooming bisa berlanjut selama berbulan-bulan sebelum pelaku mengatur pertemuan fisik. Hati-hati!
(*)