Parapuan.co - Usia balita tentu menjadi masa bermain dan bebas mengeksplor dunia luar. Tak heran jika mengajarkan balita mengenai arti disipling bakal sulit.
Terlebih lagi mendisiplinkan balita agar mengikuti aturan yang sudah dibuat di rumah. Tentu jadi tantangan bagi setiap orang tua.
Di sisi lain, kita sebagai orang tua tidak boleh terlalu keras mendisiplinkan anak.
Sebab jika kita terlalu keras dalam mendisiplinkan buah hati yang masih balita, maka akibatnya ia marah dan justru trauma.
Baca Juga: 4 Kebiasaan Toxic Orang Tua Ini Bisa Berdampak Negatif pada Anak
Melansir dari laman Fatherly pada Sabtu (8/5/2021), penelitian yang dilakukan hampir 20 tahun menunjukkan bahwa pola asuh dan disiplin yang keras tidak baik untuk balita.
Dr. Andrew Grogan Kaylor dari University of Michigan mengungkapkan dirinya telah meneliti anak-anak dan keluarga selama 15 tahun.
Ia pun menemukan bahwa pola asuk orang tua yang memukul anak untuk mengajarkan atau mendisiplinkannya tidaklah baik untuk balita.
Peneliti pun mengatakan hal yang serupa, dan terbukti pada tahun 2019 bahwa memukul pantat termasuk perilaku kekerasan pada anak, terlepas dari seberapa dekat anak atau orang tua.
Hasil penelitian tersebut mendukung kebijakan dari American Academy of Pediatrics 2018 yang mendorong orang tua untuk tidak mempelakukan anaknya secara kasar saat mendisiplinkannya.
Hal tersebut menunjukkan, bagaimanapun kedekatannya, anak-anak akan terdampak dengan bentuk kedisiplinan yang diajarkan oleh orang tuanya.
"Saat kamu mengajari anak dengan cara memukulnya, maka artinya kamu mengajarkannya untuk memukul. Hal ini bakal jadi contoh buruk yang ia ingat dan ikuti saat menghadapi suatu masalah nanti," jelas Dr. Andrew Grogan Keylor.
Selain itu, cara pendisiplinan balita yang keras juga berpengaruh terhadap fungsi orak anak-anak.
Dr. Sabrina Suffren dari University of Montreal mengungkapkan pola asuh yang keras dapat memengaruhi struktur fisik otak.
Baca Juga: Bahaya, Pola Asuh Ketat Justru Tumbuhkan Masalah Perilaku Pada Anak
Hal ini terbukti dari penelitan pada Maret 2021 yang melibatkan anak berusia dua hingga sembilan tahun.
Penelitian tersebut mencari tahu bagaimana dampak praktik pengasuhan dan tingkat kecemasan anak.
Hasilnya, para peneliti menemukan anak-anak yang berulang kali mendapatkan pengasuhan keras di masa kanak-kanak memiliki sejumlah wilayah otak yang lebih kecil.
Melihat begitu besar dampak buruk dari pola asuh yang keras pada balita, hal ini menjadikan berbagai organisasi seperti American Academy of Pediatrics dan American Psychological Association memberlakukan disiplin keras sebagai masalah kesehatan masyarakat.
Sebab, pendisiplinan pada anak ini selayaknya investasi jangka panjang yang akan memengaruhi hubungan kehangatan, rasa cinta, komunikasi pada anak di masa depannya.
Selayaknya sebuah pepatah mengatakan apa yang ditanam, itu pula yang akan dipetik.
Sehingga penting bagi orang tua untuk menanam benih yang baik, seperti yang dituliskan dalam artikel akademik tahun 2020 berjudul Promoting Positive Behavioral Outcomes for Infants and Toddlers: An Evidence-Based Guide to Early Intervention.
Tulisan tersebut menekankan untuk mengajarkan anak tentang disiplin dengan cara yang konsisten dan berulang. Alih-alih memukul, orang tua dapat melatih kedisiplinan anak dengan mengingatkan dan memberinya contoh setiap hari.
Orang tua pun disarankan untuk menyampaikan pujian pada perilaku anak yang mau menurut.
Baca Juga: Ternyata Masa Pandemi Dapat Mengubah Pola Asuh Orang Tua pada Anak
Namun, hal ini tentu bukanlah perkara mudah bagi para orang tua, sebab meskipun terdengar begitu bagus namun sulit diterapkan saat menghadapi si kecil.
Terlebih saat menghadapi rengekan dan tantrum si kecil, dibutuhkan sikap orang tua yang tetap tenang dan dapat mengontrol dirinya agar tetap bisa memberikan yang terbaik pada anak.
Kalau begitu, yuk, Kawan Puan berlatih sabar lagi dalam mendisiplinkan buah hati yang masih usia balita. Kita pasti bisa, kok! (*)