Memberi contoh dalam artian, ayah dan ibu tidak membeda-bedakan pekerjaan domestik berdasarkan gender.
Ayah dan ibu bekerja sama melakukan pekerjaan rumah tangga, sehingga dalam diri anak muncul keinginan untuk turut membantu apa yang orang tuanya lakukan.
Menurut Ajeng, ketika anak mau membantu pekerjaan domestik, terlepas dari gendernya, mereka berhak mendapatkan pujian dari orang tua.
"Misalnya kalau ada anak laki-laki bantuin masak, justru harusnya dipuji. Karena kan dia mau mengulurkan tangan, ya, berbaik hati untuk membantu pekerjaan," kata Ajeng menambahkan.
Pujian dapat membangkitkan kemauan yang lebih besar dalam diri anak sehingga tidak bosan atau kapok untuk membantu pekerjaan domestik.
Lambat laun, si anak juga tidak merasa bahwa tugas yang dikerjakan dapat dilakukan laki-laki maupun perempuan, tanpa terpaku gender.
“Mereka saat mengerjakan pekerjaan domestik tadi dia merasa dibutuhkan. Lama-lama stigmanya (bias gender) juga makin hilang,” imbuh Ajeng.
Ajeng menambahkan, pekerjaan rumah tangga yang bisa diajarkan atau dicontohkan kepada anak-anak bisa dimulai dari tugas paling ringan.
Contohnya bisa dimulai dari membiasakan anak membereskan tempat tidurnya sendiri, atau meletakkan alat makan yang baru selesai digunakan ke tempat cuci piring.
Dengan membiasakan mengajarkan pekerjaan domestik kepada anak, menurut Ajeng, orang tua secara tidak langsung melatih kemandirian anak.