Parapuan.co - Pada tanggal 16 - 19 April lalu, PARAPUAN melakukan riset bertajuk Pembagian Peran Domestik antara suami dan istri.
Riset tersebut menunjukkan dari 234 responden, 58,6 persen laki-laki menjadikan tugas domestik hanya sebagai tugas sampingan, sedangkan 3,2 persen laki-laki tidak mengerjakannya.
Sebaliknya, 17,7 persen perempuan menjadikan tugas domestik sebagai tugas utama mereka.
Baca Juga: Tak Malu Kerjakan Tugas Domestik, Suami Buktikan Rumah Tangga Setara adalah Soal Kerja Sama
Selanjutnya, sebanyak 42,3 persen responden mengatakan pihak yang paling banyak melakukan pekerjaan domestik adalah istri.
Dalam masa pandemi, sebagian besar responden sebanyak 65 persen mengaku tidak ada perubahan pembagian peran domestik.
Namun, 35 persennya mengalami perubahan pembagian kerja domestik.
Perubahan sistem kerja selama work from home bisa menjadi faktor penyebab adanya perubahan pembagian peran domestik.
Bagaimana membagi peran domestik dalam rumah tangga?
Laki-laki bisa mengelola potensi dalam pengasuhan anak
Ida Ruwaida, Dosen Sosiologi dan Peneliti Kajian Gender dan Seksualitas Universitas Indonesia menyampaikan, dalam masa pandemi, selayaknya muncul rekognisi sosial atas kerja-kerja domestik, sehingga menjadi dasar penghargaan atas kerja yang selama ini dianggap tidak penting (invisible).
"Laki-laki juga dituntut bisa mengelola potensinya dalam pengasuhan anak, yang selama ini dianggap sebagai peran atau tanggung jawab ibu," jelasnya pada PARAPUAN, Selasa, (11/5/2021).
Demikian juga dalam peran-peran lainnya.
Baca Juga: Yuk, Hilangkan Stereotip Peran Gender Mulai dari Pembagian Peran dalam Keluarga
Pembagian peran berdasarkan kesepakatan bersama
"Harapannya dalam keluarga, pembagian peran didasarkan pada kesepakatan semua pihak dengan mengedepankan potensi, kemampuan, preferensi, situasi dan kondisi atau konteksnya," ungkap Ida.
Lebih lanjut lagi, peran peran yang dijalani bukan merupakan keharusan apalagi di-indoktrinasikan baik secara halus maupun kasar.
Keluarga menjadi wadah bagi anak belajar peran-peran sosial
Konstruksi maskulinitas dan feminitas peran domestik bisa direkonstruksi melalui keluarga.
"Keluarga merupakan agen sosialisasi, atau pembelajaran sosial tentang peran peran sosial, termasuk peran sebagai laki-laki dan perempuan," papar Ida.
"Figur ayah maupun ibu, juga kakek ataupun nenek, dalam memerankan statusnya sebagai ayah, suami, laki laki juga menjadi sumber pembelajaran bagi anak, atau apa yang disebut sebagai role model," tambahnya.
Baca Juga: Ingin Biasakan Anak Laki-Laki Kerjakan Tugas Domestik? Ini Saran Ahli
"Ketika anak dibiasakan sejak dini dengan pekerjaan-pekerjaan domestik, tanpa mengenal laki-laki dan perempuan, maka mereka akan cenderung lebih bersikap terbuka," jelasnya.
Pembagian ruang publik dan privat
Selanjutnya, tugas domestik yakni peran reproduktif dan tidak menghasilkan nilai tukar atau upah dengan kerja produktif (ber-upah) tapi dilakukan di rumah harus dibedakan.
“Meskipun kerja di rumah (WFH), belum tentu laki-laki mengerjakan pekerjaan atau tugas-tugas domestik. Namun, jangan ada anggapan bahwa kalau di rumah berarti tidak punya pekerjaan yang produktif (menghasilkan uang),” jelasnya.
Baca Juga: Ingin Kembali Bekerja? Ini 4 Hal yang Harus Diperhatikan oleh Ibu Rumah Tangga
Ia menambahkan, "Artinya dikotomi ruang publik dan privat itu bisa cair, dalam pengertian bahwa kerja atau kegiatan-kegiatan produktif tidak harus di luar rumah (ranah publik) yang selama ini diidentikkan dengan ruang atau arenanya laki-laki."
(*)