Parapuan.co - Kawan Puan, selain diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila, 1 Juni juga diperingati sebagai Hari Anak Internasional, loh.
Hari Anak Internasional pun dirayakan secara berbeda-beda baik itu di organisasi, kelompok, maupun negara.
Misalnya saja dari lembaga sosial Save the Children Indonesia.
Melalui siaran pers yang diterima PARAPUAN, Selasa (01/06/2021), Save the Children mengungkapkan data penelitiannya pada 46 negara pada Juli 2020.
Data tersebut mengungkap fakta bahwa terdapat 85 persen orang tua terutama ibu dari anak-anak penyandang disabilitas, khawatir buah hati mereka tidak bisa kembali ke sekolah.
Buruknya lagi, orang tua dari anak perempuan penyandang disabilitas hampir tiga kali lebih cenderung tak yakin anaknya bisa kembali bersekolah.
Baca Juga: Sejarah Hari Lahir Pancasila hingga Akhirnya Ditetapkan Menjadi Hari Libur Nasional
" Kekhawatiran orang tua sangat dapat dipahami, karena tantangan yang dihadapi anak-anak penyandang disabilitas sangat besar bahakan tiga kali lipat," ujar Selina Patta Sumbuh selaku CEO Save the Children Indonesia.
Ia menjelaskan hal ini karena kesetaraan akses dan minimnya pemahaman warga sekolah menjadi isu utama.
"Selain itu juga terbatasnya pengetahuan dan keterampilan para tenaga pendidik dalam memberikan layanan pendidikan inklusi masih menjadi tantangan besar," tambahnya.
Selina juga menegaskan bahwa risiko learning lost terhadap anak penyandang disabilitas juga berimbas pada tumbuh kembang anak tersebut.
“Jika anak disabilitas tidak mendapatkan hak pendidikan, maka hal ini dapat berdampak pada kondisi kesehatan mental dan fisik anak," sambungnya.
Oleh sebab itu, masalah ini perlu ditangani baik dari pemerintah, organisasi dan masyarakat harus segera bersama-sama memprioritaskan akses dan layanan pendidikan inklusi yang berkualitas.
Contohnya saja yang terjadi di kabupaten Bandung.
Di sana para orang tua yang memiliki anak penyandang disabilitas khawatir terkait tidak meratanya akses, minimnya penerimaan masyarakat, dan terbatasnya sarana dan prasarana penunjang agar anak-anak penyandang disabilitas dapat belajar.
“Di masa pandemi semua pembelajaran menjadi online, setiap hari latihan soal dan harus dicatat di buku tulis padahal saya mengalami keterbatasan fisik untuk menulis," ujar Ranti (16) yang merupakan penyandang disabilitas fisik dan anggota Bumi Disabillitas.
Mengetahui hal tersebut, Ranti menyarankan sebaiknya para guru bisa lebih dekat dengan anak-anak penyandang disabilitas.
Baca Juga: Waspada! Varian Baru Virus Corona Asal Thailand Sudah Masuk ke Inggris
"Sehingga guru bisa memahami kebutuhan dan tantangan yang dihadapi anak-anak seperti saya," harap Ranti.
Menjawab permasalahan tersebut, Save the Children melalui gerakan #SaveOurEducation akan melakukan aksi nyata.
Di mana melalui #SaveOurEducation, lembaga sosial ini memberikan dukungan kepada anak-anak disabilitas dan orang tua melalui kunjungan ke 50 rumah mereka.
Save the Children memberikan beragam kegiatan seperti membaca buku, belajar bersama, melukis sampai dengan sesi konseling serta kegiatan lainnya.
Kegiatan ini bekerja sama dengan komunitas Bumi Disabilitas dan para relawan.
Tak hanya kunjungan langsung, memperingati Hari Anak Internasional, Save the Children juga memberikan ruang dan kesempatan kepada anak–anak penyandang disabilitas untuk berdialog secara langsung dengan Bupati Kabupaten Bandung dan Direktur Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus Kemendikbud Ristek.
Baca Juga: Tak Ingin Fotomu Muncul di Google Photos? Ternyata Begini Cara Menyembunyikan dan Menghapusnya
Dalam dialog ini para penyandang disabilitas dipersilakan membagi kisah tentang tantangan yang selama ini dihadapi terutama saat pandemi Covid-19, serta harapan anak - anak untuk pendidikan inklusi.
"Saya berharap diperbanyaknya akses pendidikan gratis untuk anak disabilitas, agar tidak ada lagi anak-anak disabilitas yang putus sekolah karena alasan biaya. Dan guru juga lebih bisa memberikan cara belajar yang sesuai dengan keragaman disabilitas anak," tutup Ranti. (*)