Melalui tulisan-tulisannya, dia menyoroti berbagai persoalan perempuan seperti pernikahan paksa dan buruh perempuan.
Dia juga menyerukan gagasan pentingnya perempuan Indonesia duduk di parlemen dan dewan-dewan kota.
Tak terkecuali, Maria memperjuangkan undang-undang perkawinan yang baru terwujud tahun 1974.
Baca Juga: Sejarah Hari Lahir Pancasila hingga Akhirnya Ditetapkan Menjadi Hari Libur Nasional
Sementara itu, Siti Sukaptinah pernah menjadi guru di Taman Siswa dan aktif dalam organisasi Jong Islamieten Bond Dames Afdeling (JIBDA).
Dia terlibat dalam Kongres Perempuan I sampai IV, memimpin kantor bagian Wanita Putera, dan ketua Fujinkai Pusat (organisasi perempuan zaman Jepang).
Ia juga pernah menuntut “Indonesia Berparlemen” kepada pemerintah Hindia Belanda.
Widya Fitria Ningsih, kandidat doktor dari Universitas Amsterdam, mengatakan bahwa dalam sidang BPUPKI terdapat pembagian panitia berdasarkan cakupan pembahasan.
Terbagi menjadi tiga bagian, yakni Panitia Pertama yang membahas tentang UUD dan Perumusan Undang-Undang.
Panitia Kedua yang membahas tentang urusan ekonomi dan keuangan, sedangkan Panitia Ketiga membahas mengenai pembinaan Tanah Air.