Tapi meski begitu, banyak pihak yang mengatakan bahwa jumlah tersebut terlalu pendek.
“Mereka tidak melakukannya dengan baik. Pada dasarnya, mereka belum melakukannya,” kata Profesor Lu tentang reformasi tersebut.
“Dan jika itu tidak dilakukan, maka biayanya terlalu tinggi, dan banyak orang akan merasa bahwa mereka tidak mampu untuk memiliki keluarga yang terlalu besar,” paparnya.
Melansir Kompas.com, Beijing sudah melakukan upaya menaikkan angka kelahiran.
Baca Juga: Kabar Baik! Tarik Tunai dan Cek Saldo di ATM Link Belum Dikenai Biaya Tambahan
Akan tetapi, pada tahun 2020, hanya tercatat 12 juta kelahiran. Dalam statistik tahunan, angka tersebut merupakan angka terendah.
Tingkat kesuburan masyarakatnya pun berada di angka 1,3. Hal ini berada di bawah lebel yang dibutuhkan untuk mempertahankan populasi.
Berdasarkan sesus 2020, meski mencapai 1,41 miliar jiwa, pertumbuhan populasi China berada dalam titik terendah sejak 1950-an.
Kekhawatiran makin bertambah karena jumlah angkatan kerja baru juga menurun, yang berimbas pada sektor ekonomi.
Karena kebijakan satu anak, orangtua memilih untuk mendapatkan anak laki-laki dan menelantarkan bayinya yang perempuan.(*)