Pada saat itu Taliban berkuasa dan tidak mengizinkan anak perempuan untuk bersekolah.
Semenjak saat itu, Malala mulai terang-terangan melakukan advokasi terhadap pendidikan anak perempuan.
Namun sayang, karena hal itu, Malala dilarang bersekolah dan pandangannya dianggap radikal.
Usai bertahun-tahun memperjuangkan pendidikan untuk anak perempuan di negaranya, ia akhirnya mendapat perhatian internasional.
Tapi pada 9 Oktober 2012, pasukan bersenjata Taliban menembaki bus sekolahnya dan menyerang Malala.
Baca juga: Tantangan Maureen Hitipeuw, Founder Komunitas Single Moms Indonesia, dalam Menerima Dirinya
Kepala Malala ditembak oleh pasukan Taliban.
Ia kemudian diterbangkan ke rumah sakit di Birmingham, Inggris untuk mendapat pengobatan.
Pada Juni 2020, Malala menyelesaikan studinya di Universitas Oxford dengan gelar bidang filsafat, politik, dan ekonomi.
Malala menceritakan pengalaman kuliahnya kepada British Vogue.
Ia berbagi cerita mengenai pengalaman kuliahnya dan peluang yang ia dapatkan.
"I was excited about literally anything. Going to McDonald's or playing poker with my friends or going to a talk or an event. I was enjoying each and every moment because I had not seen that much before, I had never really been in the company of people my own age because I was recovering from the incident, and traveling around the world, publishing a book and doing a documentary, and so many things were happening. At university I finally got some time for myself.
Saya benar-benar bersemangat tentang apa pun. Pergi ke McDonald's atau bermain poker dengan teman-teman saya atau pergi ke acara bincang-bincang atau acara. Saya menikmati setiap momen karena saya belum pernah melihat sebanyak itu sebelumnya," jelasnya. "Saya tidak pernah benar-benar berada di perusahaan orang-orang seusia saya karena saya pulih dari insiden itu, dan berkeliling dunia, menerbitkan buku dan membuat film dokumenter, dan banyak hal terjadi. Di universitas saya akhirnya punya waktu. untuk diriku.,” cerita Malala.