"Sistem surveilans resmi kami tidak dapat mendeteksi kasus Covid-19. Ini lemah," kata peneliti utama studi Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, seperti dikutip dari Reuters.
Meski begitu Tri Unis mengaku tidak berwenang untuk mengkonfirmasi angka tersebut.
"Pelacakan kontak dan pengujian di Indonesia sangat buruk dan menjelaskan mengapa begitu sedikit kasus yang terdeteksi," tambahnya.
Sedangkan Pandu mengatakan bahwa meskipun studi tersebut menunjukkan penyebaran virus yang lebih luas, Indonesia tampaknya masih jauh dari mencapai kekebalan kelompok.
Sehingga hal ini menjadikannya prioritas untuk mempercepat vaksinasi.
Hanya 6% dari 181 juta penduduk Indonesia yang ditargetkan telah divaksinasi lengkap dengan dua dosis sejauh ini, sementara 9,4% telah mendapat satu suntikan, menurut data pemerintah.
Hasil awal dari studi seroprevalensi terpisah di Bali, yang dilakukan oleh Universitas Udayana, menemukan 17 persen dari mereka yang diuji pada bulan September dan November tampaknya telah terinfeksi, kata peneliti utama Anak Agung Sagung Sawitri kepada Reuters.
Itu 53 kali lebih tinggi dari tingkat infeksi berdasarkan kasus yang tercatat secara resmi pada saat di pulau wisata itu.
Padahal Bali sendiri berencana mulai dibuka kembali untuk pengunjung internasional bulan depan.
Pembukaan kembali ini ditentang oleh beberapa pakar kesehatan masyarakat, termasuk akademisi dan dokter Ady Wirawan.
“Testing, tracing, isolasi dan karantina sangat-sangat lemah di Bali,” ujarnya. (*)