2. Depresi
Sempat ada anggapan bahwa hamil adalah pelindung berbagai penyakit kejiwaan seperti depresi.
Akan tetapi, sekarang para ilmuwan mengetahui bahwa penyakit kejiwaan bisa saja terjadi pada perempuan yang sedang hamil sekalipun.
Menurut Canadian Pediatric Society, seorang perempuan yang hamil cenderung menjadi lebih depresi dibandingkan yang tidak.
Baca Juga: Stres Saat Pindah Rumah? Ini 5 Tips Pindahan Bebas Stres yang Bisa Dicoba
Sebuah studi tahun 2019 yang diterbitkan dalam jurnal Obstetrics & Gynecology menemukan bahwa antara tahun 2000 dan 2015 tingkat depresi pada perempuan yang dirawat di rumah sakit selama kehamilan meningkat tujuh kali lipat.
Menurut jurnal PLOS One, perempuan di negara-negara berpenghasilan rendah berisiko lebih besar terkena depresi pascamelahirkan, menurut ulasan tahun 2020.
Depresi ibu, baik sebelum dan sesudah melahirkan, juga memiliki konsekuensi nyata bagi bayi.
Sebuah studi tahun 2016 yang diterbitkan dalam jurnal Translational Psychiatry menemukan bahwa orang dewasa yang ibunya mengalami depresi ketika mereka hamil memiliki kadar protein C-reaktif yang lebih tinggi, yang merupakan indikasi penyakit inflamasi.
Selain itu, sebuah studi tahun 2018 yang diterbitkan di PLOS One menemukan bahwa bayi yang lahir dari ibu yang menderita depresi dan kesepian selama kehamilan memiliki risiko infeksi pernapasan yang lebih besar.
Baca Juga: Hati-Hati, Ini Bahaya Jika Ibu Hamil Terlalu Banyak Makan Daun Kemangi
Depresi dapat terjadi kapan saja dalam kehamilan. Badan amal dukungan orang tua dan anak, NCT menyarankan perempuan untuk segera mencari bantuan jika mereka berjuang dengan beberapa atau semua gejala ini:
- Rasa putus asa
- Ketidakmampuan berkonsentrasi
- Kekhawatiran yang tidak biasa dan konsisten tentang melahirkan dan menjadi orang tua
- Kehilangan minat pada diri sendiri atau kehamilanmu.
- Merasa terpisah secara emosional, kosong, menangis, marah atau mudah tersinggung untuk jangka waktu yang lama
- Kecemasan kronis
- Tidak tertarik pada seks