Penyiksaan perempuan di dalam konflik Papua
Menurut Theresia Iswarini, penyiksaan sering kali digunakan oleh aparat untuk mendapatkan keterangan ketika terjadi konflik di Papua.
“Mungkin harus dilihat kembali dan saya yakin pada beberapa kasus pada Kawan Papua penyiksaan itu terjadi ya, sesuai dengan definisi yang dibuat dalan konvensi.”
“Karena pada situasi-situasi untuk mendapatkan keterangan atau pengakuan atau untuk kepentingan orang ketiga, maka penerapan penyiksaan dilakukan,” ungkap Theresia Iswarini.
Sebelumnya, Elvira Rumkabu mengungkapkan bahwa sejak tahun 1963 sampai 2010 penyiksaan terhadap perempuan terus terjadi.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa pemerkosaan menjadi salah satu metode yang kerap digunakan sebagai salah satu bentuk penyiksaan terhadap perempuan Papua.
Baca Juga: Minimnya Layanan Kesehatan dan Pemulihan Bagi Perempuan Korban Kekerasan di Papua
Dampak penyiksaan terhadap perempuan Papua
Kawan Puan, penyiksaan perempuan atau lebih tepatnya penyiksaan seksual di Papua berdampak sangat besar pada kehidupan mereka.
“Jadi kalau kita mendengar kekerasan atau penyiksaan seksual di masa konflik, itu tidak serta merta bisa diselesaikan dengan segera,” ungkap Theresia Iswarini.
Theresia Iswarini juga menambahkan bahwa dulu ketika ia bekerja untuk menanganani kasus di Aceh dan Timor Leste dan sekarang Papua, itu proses trauma yang terjadi para perempuan cukup panjang.
Panjangnya trauma yang dialami perempuan korban penyiksaan seksual di masa konflik ini juga bisa menimbulkan anggapan bahwa hal tersebut merupakan sesuatu yang biasa terjadi.
“Bisa jadi menimbulkan kemungkinan bahwa kekerasan itu adalah sesuatu yang biasa ya, baik untuk pelaku maupun bagi si korban sendiri,” tegasnya.