Parapuan.co - Kawan Puan, orang yang diabaikan atau tidak dipedulikan pada masa kanak-kanaknya, lebih mungkin berjuang untuk mempertahankan rasa diri yang stabil dan koheren.
Sehingga pada titik tertentu, pengabaian yang ia rasakan dikaitkan dengan perilaku seksual disfungsional ketika ia dewasa.
Dilansir dari Psypost, hal ini dibuktikan dalam penelitian terbaru berjudul Who Am I and What Do I Need? Identity Difficulties as a Mechanism of the Link Between Childhood Neglect and Adult Sexual Disturbances.
Baca Juga: Selena Gomez Bagikan Pengalaman Dialectical Behavior Therapy, Apa Itu?
Temuan penelitian tersebut menunjukkan bahwa kesulitan identitas bertindak sebagai mediator hubungan antara pengabaian masa kanak-kanak dan seksualitas di masa dewasa.
“Terlalu sedikit peneliti yang tertarik pada jenis penganiayaan anak yang lebih halus, padahal sama merusaknya, jika tidak lebih, daripada jenis penganiayaan anak yang lebih terang-terangan,” kata penulis studi Noémie Bigras, seorang rekan postdoctoral di University of Montreal.
Menurut Noémie , apakah jenis kekerasan meninggalkan bekas fisik atau tidak, semuanya adalah pengalaman relasional yang mungkin didorong atau diaktifkan kembali di masa dewasa dalam hubungan intim atau mungkin selama aktivitas seksual.
"Memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana segala jenis penganiayaan anak berperan dalam kehidupan intim orang dewasa sangat penting untuk meningkatkan intervensi terapeutik dan membuat perbedaan nyata dalam kehidupan para penyintas ini jika mereka pernah berkonsultasi dengan seorang profesional," paparnya.
Baca Juga: Ingin Jadi Perempuan yang Kuat Mental? Kata Pakar, Hindari 13 Kebiasaan Buruk Ini
Di mana dalam studi ini, para peneliti merekrut 374 orang dewasa dari Kanada dan Eropa, dan meminta mereka menyelesaikan survei online anonim.
Survei anonim ini menilai pengabaian masa kanak-kanak, pelecehan seksual masa kanak-kanak, gangguan identitas, dan gangguan seksual.
Survei ini juga mengumpulkan informasi sosiodemografi seperti jenis kelamin, usia, status hubungan, orientasi seksual, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan tahunan.
Noémie dan rekan-rekannya menemukan bahwa pengabaian masa kanak-kanak secara positif terkait dengan gangguan identitas, yang pada gilirannya secara positif terkait dengan perilaku seksual yang disfungsional.
Dengan kata lain, partisipan yang melaporkan bahwa salah satu atau kedua orang tuanya mengabaikan mereka, seperti tampak tidak mencintai atau tidak memberikan mereka kebutuhan dasar sebagai seorang anak, mengalami kesulitan yang lebih besar dalam mempertahankan rasa diri yang stabil di berbagai situasi.
Sementara itu, mereka yang melaporkan jenis gangguan identitas ini lebih mungkin melaporkan terlibat dalam perilaku seksual yang tidak pandang bulu atau berpotensi membahayakan, seperti seks tanpa kondom.
Tingkat pengabaian masa kanak-kanak yang lebih tinggi juga dikaitkan dengan masalah seksual yang lebih besar, seperti rasa malu dengan pikiran seksual seseorang.
Baca Juga: Kawan Puan Sedang Overthinking? Lakukan 4 Cara Ini untuk Mengatasinya
Hasil menunjukkan bahwa mereka yang bertahun-tahun mengalami pengabaian di masak kecil, dapat memengaruhi kehidupan seksual seseorang melalui dampaknya pada gangguan identitas.
Dari perspektif perkembangan, pengabaian masa kanak-kanak mungkin memiliki asosiasi halus dengan seksualitas karena bagaimana hal itu membentuk bagaimana seseorang menafsirkan pandangan mereka tentang diri mereka sendiri.
Menurut Noémie, memang, rasa diri yang lebih baik dapat memungkinkan seseorang untuk mengidentifikasi kebutuhan seksual mereka dan menetapkan batasan, yang merupakan aspek penting untuk seksualitas yang sehat dan positif.
Namun masih belum jelas apakah gangguan identitas secara langsung menyebabkan gangguan seksual.
“Studi ini hanya menilai dua indikator kesulitan seksual, masalah seksual dan perilaku seksual disfungsional," jelas Noémie.
Baca Juga: Curhat Saat Overthinking Ternyata Baik, Ini Manfaatnya Kata Psikolog
Ia menegaskan pula kalau penelitian semacam ini harus mengeksplorasi aspek yang lebih luas dari kesejahteraan seksual dalam kaitannya dengan pengabaian masa kanak-kanak seperti kepuasan seksual, kesusahan, fungsi dan bahkan komunikasi seksual. (*)