Parapuan.co - Kekerasan dan pelecehan di dunia kerja tidak hanya dialami oleh perempuan, tetapi juga laki-laki.
Setiap pekerja dari berbagai sektor, formal atau informal, pekerja publik, pekerja anak hingga buruh juga bisa mengalami kekerasan dan pelecehan di dunia kerja.
Hal tersebut terlihat dari data yang disampaikan pembicara dari kalangan akademisi hingga aliansi pekerja dalam seminar daring bertajuk Stop Kekerasan di Dunia Kerja, Selasa (29/6/2021).
Di dalam seminar tersebut, terungkap persoalan seputar kekerasan dan pelecehan di dunia kerja di Indonesia.
Baca Juga: Kenali Dampak Jangka Panjang yang Dirasakan Korban Kekerasan Seksual
Bahwasanya, problematika pekerja terkait kekerasan dan pelecehan yang mereka terima di kantor maupun di ruang publik belum ditangani dengan baik oleh pemerintah.
Hal itu juga menyangkut kekerasan di dunia kerja secara umum maupun yang berbasis gender.
Mulai dari kekerasan fisik, psikis, hingga pelecehan seksual, dianggap masih marak terjadi di dunia kerja, terutama dari kalangan pekerja kasar/buruh.
Tak jarang, kekerasan di dunia kerja juga dialami oleh pekerja dengan keterbatasan fisik atau para difabel.
Tahun 2019 lalu, ILO (International Labour Organizations) menggelar konvensi ke-190 yang membahas soal penghapusan kekerasan dan pelecehan di dunia kerja.
Dari itu, aliansi pekerja di tanah air pun tidak tinggal diam dan mendesak pemerintah untuk segera mengesahkan RUU PKS (Penghapusan Kekerasan Seksual).
Sri Wiyanti Eddyono, SH, LLM (HR), PhD, periset sekaligus aktivis dan dosen di Universitas Gadjah Mada (UGM) menjelaskan, Konvensi ILO 190 perlu segera dirativikasi di Indonesia.
Ia menilai, ratifikasi tersebut juga bisa selaras dengan pengesahan RUU PKS sebagai bentuk perlindungan untuk para pekerja di dunia kerja.
Baca Juga: Hal yang Dapat Kamu Lakukan Saat mengalami Kekerasan Berbasis Gender Online
"Ratifikasi Konvensi ILO 190 dapat menunjukkan komitmen negara untuk menyelesaikan permasalahan kekerasan dan pelecehan seksual di tempat kerja," ujar Sri Wiyanti Eddyono.
Ia menambahkan, ratifikasi itu nantinya mampu mendorong perubahan peraturan-peraturan ketenagakerjaan.
Dengan begitu, akan jelas mengenai adanya larangan dan pencegahan kekerasan dan/atau pelecehan seksual di tempat kerja.
Pihaknya juga menginformasikan bahwa penghapusan kekerasan dan pelecehan di dunia kerja tidak hanya berhenti pada kebijakan pemerintah.
Pihak pengusaha atau pemberi kerja perlu pula mengedukasi jajaran maupun bawahannya untuk memperhatikan hal ini.
Semua pihak, mulai dari pemerintah, pemberi kerja, dan serikat pekerja sama-sama bertanggung jawab mencegah dan menangani perilaku kekerasan di dunia kerja.
"Ini adalah tanggung jawab pemerintah, pemberi kerja, dan serikat pekerja," imbuh Sri Wiyanti Eddyono dalam presentasinya.
Baca Juga: Faktor Ekonomi Memicu Kekerasan Terjadi pada Perempuan dan Anak!
Serikat pekerja bisa berperan membantu korban kekerasan untuk melapor pihak/lembaga berwenang.
Pemberi kerja berperan dalam memberikan/mengajukan sanksi kepada pelaku dan perlindungan terhadap korban.
Pemerintah secara aktif melindungi pekerja, tak hanya warga negara Indonesia, tetapi juga kepada WNA yang menjadi pekerja di tanah air.
Demikian kenapa pengesahan RUU PKS mesti segera dilakukan demi melindungi pekerja, sekaligus meratifikasi Konvensi ILO 190. (*)