"Saat itu aku merasa bisa talk back omongan mereka, jadi aku coba balas terus setiap ada yang ngeledek gitu," cerita Uchiet.
Meski terlihat dapat memuaskan batin, namun hal ini tidak berlangsung lama dilakukan oleh Uchiet.
"Tapi cara membalas omongan orang itu enggak berlangsung lama, karena aku merasa capek harus terus balas omongannya dan lama kelamaan aku juga merasa enggak enak buat berlaku seperti itu," tambahnya lagi.
Semakin dewasa, Uchiet pun memilih untuk membiarkan dan tidak merespon apapun omongan negatif dari lingkungan sekitarnya.
"Karena aku merasa capek tadi, aku pun memilih untuk cuekin aja setiap omongan orang, kalau ada yang ngomong enggak enak, ya aku diemin aja," jelasnya.
Namun sayangnya, cara ini bukan pula yang yang terbaik menurut Uchiet.
Baca Juga: 3 Anggapan Salah Kaprah Soal Body Positivity yang Beredar Luas
Pasalnya saat ia membiarkan orang berbicara hal negatif tentang dirinya dan tidak didukung pengetahuan emosi, hal ini tetap menimbulkan rasa tidak nyaman dalam diri dan kebencian dengan tindakan tersebut.
"Sampai akhirnya yang aku lakukan adalah memaklumi omongan orang tersebut, karena sebelum ini aku juga sempat membalas omongan negatif tersebut dengan memberikannya pujian," ceritanya.
Hal tersebut ia lakukan, karena Uchiet mengingat sebuah teori bahwa mereka yang mengatakan hal negatif sebenarnya adalah orang yang membutuhkan pujian.
Karenanya ia pun mencoba untuk memberikan pujian pada orang-orang yang telah mencemoohnya.