Parapuan.co – Kebanyakan dari kita mengenakan pakaian tanpa benar-benar memerhatikan jenis kain atau serat yang digunakan.
Tapi nampaknya, kebiasaan ini sudah mulai harus diubah dengan cara lebih sadar dengan apa yang kita kenakan.
Bukan tanpa sebab, pakaian yang kita kenakan ternyata juga bisa menyebabkan kerusakan lingkungan loh.
Tanpa diketahui banyak orang, industri tekstil berkontribusi lebih besar terhadap degradasi lingkungan daripada industri lainnya.
Industri tekstil bertanggung jawab atas lebih dari 10 persen emisi karbon global.
Baca Juga: Ternyata, Tak Semua Brand Label 'Green Fashion' Mempraktikkan Mode Berkelanjutan
Hal ini dikarenakan adanya peralihan penggunaan material pada produksi pakaian selama 50 tahun terakhir.
Yaitu dari serat alami menjadi bahan sintetis yang lebih murah dan mudah diproduksi dalam jumlah masif.
Ketergantungan industri fashion terhadap serat sintetis dimulai pada tahun 1940 ketika nilon dan polyester pertama kali muncul di pasaran sebagai saingan dari sintetis alami seperti kapas, wol dan sutra.
“Mereka (serat sintetis) adalah serat yang tangguh, relatif murah dan andal. Sedangkan kapas dan serat alami lainnya mungkin sedikit lebih rentan terhadap ketersediaan dan kondisi cuaca serta perubahan iklim,” ujar Liesl Truscott, Direktur Strategi Bahan dari organisasi nonprofit, Textile Exchange, kepada Vogue.
Maka tak asing Kawan Puan kini akan menemukan pakaian dengan bahan-bahan seperti polyester, akrilik dan nilon, yang kian mendominasi industri fashion.
Bahkan, menurut laporan Preferred Fiber & Materials Market Report 2019, serat sintetis seperti polyester mendominasi produksi pakaian secara global hingga lebih dari 60 persen.
Ironisnya lagi, disampaikan oleh Changing Markets Foundations pada Juni 2021 lalu, diperkirakan bahan sintetis akan membentuk hampir 75 persen dari semua industri tekstil pada tahun 2030.
Walau akan memberikan keuntungan bagi pelaku industri tekstil dan fashion, namun dapat dipastikan bahwa penggunaan serat-serat sintetis tersebut akan merusak lingkungan dalam skala besar.
Misalnya saja seperti polyester, serat sintetis yang satu ini berbahan dasar plastik yang terbuat dari batu bara dan minyak bumi.
Tentunya seperti yang kita tahu, batu bara dan minyak bumi menyumbang polusi dalam jumlah tinggi terhadap lingkungan dan non-biodegradable.
Lebih dari itu, sebagian besar serat sintetis menggunakan pewarna beracun, yang mana air limbahnya menyebabkan kerusakan lingkungan pada tanah dan hewan.
Pernah ditemukan juga ikan yang terpapar limbah plastik diperiksa terdapat nilon sintetis di saluran ususnya.
Begitu juga burung laut ditemukan mati karena mengonsumsi serat sintetis yang mereka pikir adalah makanan.
Baca Juga: Ternyata, Tak Semua Brand Label 'Green Fashion' Mempraktikkan Mode Berkelanjutan
Munculnya industri pakaian berbahan dasar minyak bumi menjadi biang keladi pada produksi serat dan kain sintetis yang mengganggu lingkungan.
Masih dilaporkan oleh CMF, bahwa industri pakaian bertanggung jawab atas lebih dari 20 persen polusi air di dunia.
Kain sintetis akan melepaskan jutaan mikroplastik ke lautan dan saluran air saat kita mencucinya, sehingga tentunya ini akan memberikan ancaman serius bagi kehidupan laut.
Bahkan menurut laporan International Union for Conservation of Nature pada tahun 2017 memapakarn bahwa tekstil akan menjadi sumber polusi mikroplastik laut terbesar di dunia.
Beberapa bahan kimia ini juga merupakan produk limbah dari proses manufaktur yang kemudian tercampur ke dalam air.
Sebagian besar bahan kimia ini tidak mungkin terurai dan dapat bertahan hingga 200 tahun lamanya, artinya air tersebut selamanya tercemar.
Selain itu pula, bahan sintetis yang merupakan produk sampingan dari minyak bumi ini tidak dapat terurai secara hayati dan membutuhkan waktu lama untuk terurai hingga menciptakan polusi jangka panjang.
Nilon yang susah didaur ulang, membuatnya sulit terurai dan berakibat menumpuk di tempat pembuangan sampah.
Polyester mudah didaur ulang, sehingga tidak terlalu bahaya bagi lingkungan.
Umumnya, polyester yang didaur ulang ini digunakan untuk membuat eco-fashion, yaitu fashion yang lebih ramah lingkungan.
Dampak Serat Sintetis bagi Kesehatan
Tak hanya merusak lingkungan, penting juga untuk diketahui bahwa serat sintetis juga berdampak bagi kesehatan manusia.
Serat sintetis ini sebagian besar terbuat dari polyester yang merupakan plastik dan produk sampingan dari minyak bumi.
Menurut Bad Ecology, racun-racun ini dapat diserap melalui kulit dan beberapa di antaranya memiliki efek samping seperti kemandulan, penyakit pernapasan, kanker dan dermatitis kontak (iritasi kulit).
Misalnya, serat kain akrilik punya kaitan yang erat dengan gangguan hormonal dan pembentukan sel kanker payudara.
Selain itu, penelitian University of Washington pada 2010 ditemukan bahwa penggunaan serat sintetis polyester berlebihan dapat berisiko menimbulkan masalah seperti kanker kulit, infeksi pernapasan kronis serta masalah kulit seperti ruam, gatal, hingga kemerahan.
Baca Juga: Nicola Coughlan Kenakan Gaya Fashion Berkelanjutan saat Hadiri Wimbledon
Sementara rayon yang melibatkan bahan kimia seperti karbon disulfida, asam sulfat hingga aseton, dapat menyebabkan mual, sakit kepala, nyeri dada dan otot, insomnia, hingga Parkinson.
Bahkan, pewarna beracun yang digunakan dalam serat sintetis ini juga terbukti berbahaya bagi manusia karena didapati banyak laporan kasus kanker dan penyakit paru-paru yang tinggi dialami pekerja di fasilitas produksinya.
Ironisnya, risiko kesehatan ini bukan hanya dialami oleh pengguna pakaiannya, tapi juga pekerja pabrik yang memproduksi pakaian dengan serat sintetis tersebut.
Perlu diketahui bahwa proses mengubah minyak bumi menjadi serat sintetis adalah proses yang panjang, beracun dan tak hanya buruk bagi lingkungan, tapi juga kesehatan.
Dari sini pun kita bisa menjadi lebih sadar dalam menggunakan pakaian dan memilahnya mana yang baik untuk lingkungan serta kesehatanmu.(*)