“Bagi banyak orang di Pakistan, Malala telah datang untuk melambangkan segala sesuatu yang mereka bayangkan mereka benci tentang Barat,” kata Nida Kirmani, seorang profesor sosiologi di Universitas Ilmu Manajemen Lahore di Pakistan.
“Bagi yang lain, dia adalah simbol hak-hak perempuan dan perlawanan terhadap kekuatan norma,” tambahnya.
Anggapan-anggapan tersebut membuat Malala dianggap sebagai provokator di negara tempatnya lahir.
Tentu saja, penyitaan buku-buku tersebut juga mendapat banyak kritikan di Pakistan.
Baca juga: Jadi Cover Vogue Inggris, Malala Youfsazai: Setiap Perempuan Bisa Mengubah Dunia
Aksi penyitaan yang dilakukan oleh pihak kepolisian dianggap membatasi pemikiran kritis dan menumbuhkan intoleransi terhadap pendapat yang bertentangan nilai konservatif dan norma budaya yang ada di sana.
Pada hari Senin (12/7/2021), saat beberapa orang di Pakistan merayakan hari ulang tahun Malala, polisi dan pejabat dari Dewan Kurikulum juga mulai melakukan penyitaan buku di toko-toko di seluruh kota.
Pihak berwenang juga menyita seluruh stok buku teks dari kantor penerbit Lahore, Oxford University Press, dengan mengatakan bahwa perusahaan tersebut telah gagal untuk mendapatkan sertifikasi atau NOC dari pemerintah Pakistan.
“Tidak ada N.O.C. berarti melanggar hukum,” kata Menteri Pendidikan Provinsi Punjab, Murad Raas, dalam sebuah tweet miliknya di Twitter.