Parapuan.co - Pihak kepolisian Pakistan diketahui melakukan penyitaan terhadap buku-buku ilmu pengetahuan sosial yang menampilkan sosok Malala Yousafzai.
Malala Yousafzai adalah sosok aktivis pendidikan yang kepalanya ditembak oleh pasukan Taliban karena memperjuangkan hak perempuan untuk bersekolah.
Dalam buku-buku tersebut, sosok Malala Yousafzai muncul sebagai deretan pahlawan nasional sejajar dengan pendiri Pakistan, Muhammad Ali Jinnah.
Peraih nobel perdamaian termuda di dunia ini, dipuji oleh banyak negara atas keberaniannya menyuarakan hak-hak perempuan hingga membuat dirinya dalam bahaya.
Baca juga: 9 Fakta Menarik Soal Malala Yousafzai yang Tidak Diketahui Orang
Kepala Malala diketahui ditembak oleh salah satu pasukan Taliban saat di Lembah Swat, Pakistan pada tahun 2012 saat akan berangkat sekolah.
Setelah kejadian itu, ia kemudian menulis buku berjudul 'I am Malala' bersama Christina Lamb yang menjadi buku terlaris internasional.
Namun sayang, di negaranya sendiri yaitu negara Pakistan, Malala justru menjadi hal yang kontroversial.
Sebagian besar penduduk Pakistan menganggap Malala membelot dan membawa nilai-nilai barat.
“Bagi banyak orang di Pakistan, Malala telah datang untuk melambangkan segala sesuatu yang mereka bayangkan mereka benci tentang Barat,” kata Nida Kirmani, seorang profesor sosiologi di Universitas Ilmu Manajemen Lahore di Pakistan.
“Bagi yang lain, dia adalah simbol hak-hak perempuan dan perlawanan terhadap kekuatan norma,” tambahnya.
Anggapan-anggapan tersebut membuat Malala dianggap sebagai provokator di negara tempatnya lahir.
Tentu saja, penyitaan buku-buku tersebut juga mendapat banyak kritikan di Pakistan.
Baca juga: Jadi Cover Vogue Inggris, Malala Youfsazai: Setiap Perempuan Bisa Mengubah Dunia
Aksi penyitaan yang dilakukan oleh pihak kepolisian dianggap membatasi pemikiran kritis dan menumbuhkan intoleransi terhadap pendapat yang bertentangan nilai konservatif dan norma budaya yang ada di sana.
Pada hari Senin (12/7/2021), saat beberapa orang di Pakistan merayakan hari ulang tahun Malala, polisi dan pejabat dari Dewan Kurikulum juga mulai melakukan penyitaan buku di toko-toko di seluruh kota.
Pihak berwenang juga menyita seluruh stok buku teks dari kantor penerbit Lahore, Oxford University Press, dengan mengatakan bahwa perusahaan tersebut telah gagal untuk mendapatkan sertifikasi atau NOC dari pemerintah Pakistan.
“Tidak ada N.O.C. berarti melanggar hukum,” kata Menteri Pendidikan Provinsi Punjab, Murad Raas, dalam sebuah tweet miliknya di Twitter.
Saat pihak wartawan ingin mewawancarai kantor Oxford University Press di Lahore, pihak penerbit buku menolak permintaan wawancara.
Federasi Sekolah Swasta Seluruh Pakistan yang mengklaim mewakili 150.000 sekolah, meluncurkan sebuah film dokumenter, "Saya bukan Malala".
Mereka menyoroti pandangan kontroversial Malala mengenai agama, pernikahan, dan cita-citanya terhadap agenda Barat.
“Orang tua tidak ingin anak-anak mereka mengikuti jejak Malala, bahkan jika dia terus memenangkan penghargaan,” kata Kashif Mirza, presiden federasi.
Baca juga: Ali Sethi Dukung Pendapat Kontroversi Malala Yousafzai Soal Pernikahan
“Malala telah jatuh ke dalam perangkap barat dan dia sekarang sedang mengerjakan agenda Barat melawan norma Pakistan,” tambahnya lagi.
Malala Yousafzai merupakan aktivis pendidikan dan vokal memperjuangkan hak-hak perempuan saat Taliban menyerang.
Ia ditembak oleh salah satu pasukan Taliban saat akan berangkat ke sekolah.
Karena keberaniannya, Malala mendapatkan penghargaan nobel perdamaian termuda di dunia.
Kemudian ia melanjutkan pendidikannya di Oxford, Inggris.
Malala juga kerap membagikan pemikirannya dan wawasannya yang luas saat di wawancarai berbagai media. (*)