Seberapa Penting Peran Ayah dalam Kehidupan Anak? Ini Jawaban Psikolog

Arintya - Minggu, 18 Juli 2021
Peran ayah dalam kehidupan anak
Peran ayah dalam kehidupan anak SDI Productions

Parapuan.co – Kawan Puan, peran ayah dalam kehidupan anak tidak hanya sebagai pencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan.

Lebih dari itu, peran ayah dalam kehidupan anak ini penting sekali di berbagai aspek.

Menurut psikolog Tiga Generasi, Ayoe Sutomo, M.Psi., Psikolog dalam rilis Teman Bumil yang PARAPUAN terima, menyebutkan bahwa peran ayah dan ibu memang memiliki ciri khasnya masing-masing.

Ayoe menjelaskan bahwa ayah akan lebih berperan dalam stimulasi anak, contohnya ketika bermain dan aktivitas yang melibatkan gerak.

Baca Juga: Hari Keluarga Nasional, Psikolog Ingatkan Pentingnya Peran Ayah dalam Cegah Stunting

Selain itu, secara emosi ayah juga biasanya lebih tegas, lebih berani mengambil tantangan dan berani mencoba sesuatu yang baru.

Lain halnya dengan kehidupan sosial, ayah akan mengajarkan anak untuk bisa memecahkan konflik, sehingga membuat anak lebih percaya diri pada saat ia terjun ke dunia sosial atau saat bermain bersama teman-temannya.

Lantas berapa durasi waktu yang pas untuk ayah dan anak dalam menghabiskan waktu bersama?

Meski kemungkinan besar para ayah akan menghabiskan waktu untuk bekerja, bukan berarti bonding tidak bisa tercipta antara mereka dan buah hati mereka.

Kuncinya bukan pada berapa lama waktu yang harus dihabiskan bersama, melainkan pada kualitasnya.

Ayoe menjelaskan bahwa sebenarnya 30 menit adalah waktu yang cukup untuk ayah dan anak menghabiskan waktu bersama.

“Artinya, memang 30 menit mendampingi dengan full, tidak disambi dengan aktivitas- aktivitas yang lain, sehingga anak mendapatkan koneksi emosi yang penuh dengan orang tua di saat itu dan dilakukan secara rutin setiap hari,” ungkap Ayoe.

Pergeseran pembagian peran mengasuh anak

Kawan Puan, dahulu peran ayah dan ibu dalam mengasuh anak ini masih dikotak-kotakkan.

Hal ini dikarenakan adanya konsep gender stereotype dan gender role expectation yang berlaku di dalam masyarakat.

Baca Juga: Menurut Ahli, Peran Ayah untuk Perkembangan Anak Itu Penting, Lo, Ini Manfaatnya

Gender stereotype dikenal sebagai keyakinan bagaimana laki-laki dan perempuan seharusnya berperilaku.

Namun, ada banyak bias dalam hal tersebut.

“Laki-laki itu digambarkan dengan stereotype yang lebih tenang, lebih logis, kemudian dalam tugas rumah tangga dia lebih providing atau sebagai pencari nafkah.”

“Sementara wanita itu lebih dominan secara emosi, kemudian dalam tugas rumah tangga lebih kepada tugas pengasuhan atau care taking, sebagai care taker,” ujar Ayoe.

Lalu dalam gender role expectation sendiri, perempuan diharapkan lebih berperan dalam pola asuh anak, sedangkan pria berperan dalam mencari nafkah utama.

Ketika ekspektasi- ekspektasi tersebut berjalan dengan semestinya, maka akan ada penguatan dan pujian dari lingkungan.

Sayangnya bila tidak berjalan seperti itu, akan ada “punishment”, misalnya pandangan miring, baik dari keluarga maupun sosial.

Namun sekarang peran dalam pengasuhan ini sudah mengalami pergeseran nih Kawan Puan!

Menurut Ayoe, pergeseran ini diakibatkan karena adanya konsep non traditional marriage atau pernikahan non tradisional.

Baca Juga: Seberapa Penting Peran Ayah di Rumah untuk Menciptakan Kesetaraan Gender? Ini Kata Ahli

Konsep ini mengakibatkan banyak pasangan sudah bisa menerapkan nilai-nilai baru dan lebih setara dalam pembagian peran pengasuhan.

Jadi bisa disimpulkan bahwa peran ayah memegang peranan cukup penting di dalam kehidupan anak.

Semakin ayah terlibat dalam pola asuh anak akan semakin baik.

Baik dari keseluruhan ranah aspek perkembangan anak, mulai dari fisik, sosial, spiritual, intelektual, emosi, hinggakognitif, harapannya ada keterlibatan dari sang Ayah.

Kawan Puan, yuk ajak suami lebih mengambil perannya dalam kehidupan anak!

Agar kelak anak tidak hanya mendapatkan nilai-nilai dari ibunya tetapi juga dari ayah di masa-masa pertumbuhannya! (*)

Penulis:
Editor: Arintya


REKOMENDASI HARI INI

Representasi Karakter Perempuan dalam Game, Inklusivitas atau Eksploitasi?