Parapuan.co - Bagi Kawan Puan yang tumbuh di tahun 90-an pasti mengenal serial TV legendaris Keluarga Cemara.
Kisah Abah, Emak, Euis, dan Ara dikemas menjadi film layar lebar oleh sutradara Yandy Laurens bersama Visinema Pictures tahun 2019 lalu.
Film yang tayang di Netflix ini sangat cocok untuk ditonton bersama keluarga pada Hari Anak Nasional ini.
Film ini mengisahkan keluarga Abah (Ringgo Agus Rahman) dan Emak (Nirina Zubir) yang menghadapi masalah dengan pekerjaan sehingga rumah dan segala harta milik mereka harus disita.
Euis (Adhisty Zara) dan Ara (Widuri Puteri), kedua anak mereka, akhirnya harus ikut pindah ke kampung halaman Abah yang jauh dari kota.
Di sana mereka semua berjuang untuk kembali menyusun hidup yang baru, beradaptasi, dan menemukan arti keluarga sesungguhnya.
Dalam film Keluarga Cemara, Euis dan Ara diceritakan sebagai anak yang penurut dan memahami keadaan keluarga.
Baca Juga: Kekinian dan Penuh Semangat, Ini Rekomendasi Lagu Anak-Anak untuk Menyambut Hari Anak Nasional
Namun, sebagai anak, Euis dan Ara juga memiliki mimpi akan kehidupan dan masa depan yang mereka inginkan.
Walaupun mimpinya sederhana, namun apa yang Euis dan Ara inginkan menjadi dorongan dan kekuatan sendiri untuk Abah dan Emak.
Ara adalah anak yang ceria dan penuh talenta, dia suka menggambar dan memiliki bakat dalam bernyanyi.
Keaktifan Ara tentu disadari oleh orang tuanya, maka mereka mendukung mimpi Ara untuk berperan menjadi seorang putri di drama sekolahnya.
Euis baru saja memasuki dunia remaja di kota namun sudah harus berpindah ke desa yang memiliki budaya pergaulan yang jauh berbeda.
Di awal film, Euis digambarkan sebagai seorang anggota tim modern dance, dia memiliki bakat dan mimpi untuk terus mengikuti kompetisi menari bersama timnya di Jakarta.
Mimpi Euis dan Ara adalah hal yang mendorong mereka tetap bersemangat, bagaikan api, mimpi-mimpi tersebutlah yang membuat mereka tetap menyala.
Keadaan keluarga yang berubah drastis membuat mimpi-mimpi tersebut perlahan harus dilupakan oleh Euis dan Ara dan api semangat kedua anak tersebut harus redup sejenak.
Baca Juga: 5 Rekomendasi Buku Anak yang Masih Cocok Dibaca hingga Dewasa dalam Rangka Hari Anak Nasional
Sebagai orang tua, melihat anak-anak yang kehilangan motivasinya untuk mengejar mimpi pasti sangatlah menyakitkan, apa lagi perubahan drastis di perilaku mereka nampak jelas.
Di saat yang sama, Abah dan Emak sedang berada di dalam keadaan yang sangat sulit, ditambah Abah yang harus mengalami kecelakaan kerja.
Namun, mengingat mimpi dan harapan dari anak-anak membuat mereka bangkit lagi, walaupun dengan cara yang berbeda.
Film yang cukup realistis ini tidak mengglorifikasikan perjuangan yang berujung pada keberhasilan dan kesejahteraan materialistik, seperti film keluarga yang sering kita temukan.
Namun, perjuangan Abah dan Emak dalam mewujudkan mimpi Euis dan Ara digambarkan sangat sederhana namun penuh kekuatan.
Bukanlah harta atau kesempatan yang besar untuk Euis dan Ara dalam menggapai mimpi, namun keberadaan arti keluarga dan dukungan sepenuhnya yang Abah dan Emak berikan, karena untuk saat ini hanya itu "harta" yang mereka miliki.
Selain bekerja keras, Abah dan Emak juga berusaha untuk menjadikan rumah mereka sebagai ruang aman untuk Euis dan Ara untuk menjadi diri mereka sendiri dan berani untuk tetap bermimpi walau jalan tidak semulus yang diharapkan.
Ketika Ara tidak bisa menjadi seorang putri dan harus berperan sebagai pohon Cemara, Abah dan Emak memberikan dukungan dan semangat penuh layaknya dukungan pada pemeran utama.
Abah dan Emak membantu Ara berlatih setiap hari walaupun mereka lelah sehabis bekerja, menyalurkan kekuatan mereka kepada Ara agar anak bungsunya dapat tampil dengan maksimal.
Saat itu, Ara mengerti bahwa dalam mengejar mimpi mungkin hasilnya tidak selalu seperti yang kita inginkan, namun kita tetap bisa memberikan yang terbaik di titik mana pun kita berada.
Baca Juga: Sambut Hari Anak Nasional, Lyodra Beri Pesan untuk Anak Indonesia dalam Meraih Mimpi
Euis yang mulai memberontak pun tidak dapat kembali ke teman-temannya di Jakarta, tapi Abah dan Emak tetap menyalurkan kekuatan dengan pendampingan Euis di masa remajanya.
Memberikan ruang bagi Euis untuk tetap bisa belajar dan menjadi siapa yang dia mau tanpa harus dipengaruhi oleh kemewahan.
Abah dan Emak juga memberikan kesempatan sederhana untuk Euis menemukan arti persahabatan sesungguhnya, yang ternyata menyadarkan Euis bahwa pertemanannya di Jakarta hanya sekedar "material".
Ketika Abah berhasil memutuskan untuk menjual rumah mendiang ayahnya untuk pindah ke Jakarta, Euis malah menolak, karena Euis menemukan bahwa harapan dan semangat dapat ditemukan di mana saja asal bersama keluarga yang saling mendukung.
Film Keluarga Cemara memberikan gambaran kehangatan keluarga yang sangat dekat dengan penonton.
Dalam realitanya, orang tua terkadang tidak mampu untuk memenuhi dan mewujudkan mimpi anak-anaknya.
Namun, perjuangan dan pengorbanan orang tua demi mimpi anak bisa berupa kekuatan dan yang diberikan kepada anak untuk tetap yakin dan berpegang teguh pada mimpi dan dirinya sendiri.
Baca Juga: Sambut Hari Anak Nasional, Ternyata Ini Filosofi Permainan Tradisional Zaman Dulu
Tidak hanya cerita dan makna yang mendalam, film Keluarga Cemara juga memberikan kehangatan kepada penonton lewat akting pemainnya yang natural, pengambilan gambar yang puitis, dan lagu tema yang mengharukan. (*)