Kawan Puan, perjalanan untuk menjadi bagian dari misi perdamaian PBB ini tentu saja tidak mudah dan panjang.
Ada berbagai tes serta seleksi yang harus diikuti oleh Briptu Cecilia Permatasari Ritonga sebelum akhirnya bisa bertugas di bawah helm biru ini.
"Seleksi dulu beberapa tahapan, mulai dari seleksi kemampuan fisik, kemampuan Bahasa inggris, IT, tes menembak, psikotes dan tes bahasa lainnya.
"Setelah lolos seleksinya, baru dipanggil untuk melaksanakan training kurang lebih enam bulan di Jakarta.
"Selain itu, untuk mendapatkan baret UN, kami juga melaksanakan jalan juang sejauh 30 km, dengan maksud nantinya di daerah misi, kami selalu siap dengan kemungkinan yang terjadi," cerita perempuan kelahiran 1996 ini.
Selesai dengan tes, seleksi dan pelatihan, tentu masih ada tantangan lain yang dihadapi Briptu Cecilia Permatasari Ritonga.
Baca Juga: 2 Kali Kecelakaan Pesawat, Eks Pramugari Laura Lazarus Bangkit jadi Penulis dan Pebisnis
Menurut penuturannya salah satu tantangan sulit yang dihadapinya adalah belajar bahasa untuk berkomunikasi dengan penduduk setempat.
"Di sinikan pakainya Bahasa Prancis, jadi sebelum kita berangkat ke Afrika, kita harus dibekali sama latihan Bahasa Prancis.
"Nah, sesampainya di sini, ternyata orang lokal, mayoritas, menggunakan Bahasa Sango, kayak bahasa daerah mereka. Salah satu tantangan sih belajar Bahasa Sango, bahasa daerah mereka," ujarnya.
Dengan mengemban amanah sebagai penjaga perdamaian, Briptu Cecilia Permatasari Ritonga memahami betul ada risiko bahaya yang harus selalu ia waspadai, Kawan Puan.