Kisah Perjalanan Cecilia Permatasari Menjadi Penjaga Perdamaian PBB, Inspiratif!

Vregina Voneria Palis - Jumat, 30 Juli 2021
Briptu Cecilia Permatasari Ritonga
Briptu Cecilia Permatasari Ritonga Dokumentasi Pribadi

Parapuan.co - Briptu Cecilia Permatasari Ritonga, adalah gambaran nyata dari sosok Pengabdi, Kawan Puan.

Berdasarkan karakteristik riset whitepapaper PARAPUAN berjudul Perempuan Indonesia, Ambil Alih Kembali Kendali Mimpimu, Briptu Cecilia Permatasari Ritonga mengaku adalah karakater Pengabdi.

Sama halnya dengan tipe Pengabdi, Briptu Cecilia Permatasari Ritonga menceritakan bahwa sebagian besar mimpinya memang berorientasi untuk orang lain.

Tipe Pengabdi adalah orang-orang yang berkeyakinan bahwa menyenangkan orang lain seperti orang tua adalah sebuah kebahagiaan.

Baca Juga: Sempat Demotivasi, Begini Kisah Pilot Mellisa Anggiarti Semangat Lagi

Hal ini jugalah yang dilakukan oleh Briptu Cecilia Permatasari Ritonga.

Sempat mendaftar dan diterima di Fakultas Kedokteran USU (Universitas Sumatra Utara), siapa sangka perempuan yang akrab dipanggil Cici ini lebih memilih memenuhi keinginan orang tuanya untuk menjadi polisi.

"Dulu udah diterima di Fakultas Kedokteran di USU, tapi karena orang tua yang kepengen jadinya ngikutinlah tes seleksi. Orang tua pengen salah satu anaknya ada yang pakai baju dinas," cerita Cecilia kepada Parapuan.

Nah, berawal dari kariernya sebagai polisi, kini Briptu Cecilia Permatasari Ritonga sedang menjalankan tugasnya sebagai Sersan Taktis Pasukan Pertama di Misi Stabilisasi Terpadu Multidimensi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Republik Afrika Tengah (MINUSCA).

Saat ditanya oleh PARAPUAN, apa alasannya ikut menjadi bagian dari penjaga perdamaian PBB padahal sudah memiliki karier yang terbilang cukup baik sebagai polwan,  Briptu Cecilia menjawab bahwa menjadi penjaga perdamaian PBB memberinya tantangan tersendiri.

Ia juga ingin membantu sesama dengan berkontribusi menjadi penjaga perdamaian di bawah bendera PBB.

Baca Juga: Mengenal Mellisa Anggiarti, Finalis Abang None yang Jadi Pilot Garuda

"Kalau ikut sebagai peace keeper (penjaga perdamaian) itu ada tantangan tersendiri, bisa ikut misi perdamaian dunia. Kepengen aja ngebantu, kita sebagai warga negara Indonesia bisa membantu di bawah helm biru, di UN (PBB)," jelasnya.

Tapi bukan itu saja alasannya,  Briptu Cecilia menjelaskan bahwa ia ingin menunjukkan bahwa dengan menjadi peace keeper, polwan juga memiliki peran yang sama pentingnya dengan laki-laki.

Kawan Puan, berdasarkan penuturan Briptu Cecilia, jumlah peace keeper perempuan masih tergolong rendah.

"Dari tahun 2008 itu, Polri mengirimkan pasukan Polri. Awalnya ke Sudan. Nah, baru di tahun 2019 mengirimkan pasukan perempuan.

"Dari total pasukan, ada 16 orang Polwan, jadi persentasenya baru 10 persen," jelasnya.

Kawan Puan, perjalanan untuk menjadi bagian dari misi perdamaian PBB ini tentu saja tidak mudah dan panjang.

Ada berbagai tes serta seleksi yang harus diikuti oleh Briptu Cecilia Permatasari Ritonga sebelum akhirnya bisa bertugas di bawah helm biru ini.

 

Briptu Cecilia Permatasari Ritonga
Briptu Cecilia Permatasari Ritonga Dokumentasi Pribadi

"Seleksi dulu beberapa tahapan, mulai dari seleksi kemampuan fisik, kemampuan Bahasa inggris, IT, tes menembak, psikotes dan tes bahasa lainnya.

"Setelah lolos seleksinya, baru dipanggil untuk melaksanakan training kurang lebih enam bulan di Jakarta.

"Selain itu, untuk mendapatkan baret UN, kami juga melaksanakan jalan juang sejauh 30 km, dengan maksud nantinya di daerah misi, kami selalu siap dengan kemungkinan yang terjadi," cerita perempuan kelahiran 1996 ini.

Selesai dengan tes, seleksi dan pelatihan, tentu masih ada tantangan lain yang dihadapi Briptu Cecilia Permatasari Ritonga.

Baca Juga: 2 Kali Kecelakaan Pesawat, Eks Pramugari Laura Lazarus Bangkit jadi Penulis dan Pebisnis

Menurut penuturannya salah satu tantangan sulit yang dihadapinya adalah belajar bahasa untuk berkomunikasi dengan penduduk setempat.

"Di sinikan pakainya Bahasa Prancis, jadi sebelum kita berangkat ke Afrika, kita harus dibekali sama latihan Bahasa Prancis.

"Nah, sesampainya di sini, ternyata orang lokal, mayoritas, menggunakan Bahasa Sango, kayak bahasa daerah mereka. Salah satu tantangan sih belajar Bahasa Sango, bahasa daerah mereka," ujarnya. 

Dengan mengemban amanah sebagai penjaga perdamaian, Briptu Cecilia Permatasari Ritonga memahami betul ada risiko bahaya yang harus selalu ia waspadai, Kawan Puan.

"Kalau di PBB, risiko keselamatan diri sih, yang sejak awal sudah jadi konsekuensi atau tantangan terbesar yang harus kita ketahui terlebih dahulu sebelum berangkat," terangnya.

Kawan Puan, terhitung sudah sepuluh bulan bertugas di daerah konflik, Briptu Cecilia Permatasari Ritonga menyampaikan pesannya untuk masyarakat Indonesia.

Baca Juga: Tantangan Maureen Hitipeuw, Founder Komunitas Single Moms Indonesia, dalam Menerima Dirinya

"Kalau kita lihat di sini, kita beruntung tinggal di Indonesia dengan kemerdekaan yang sudah kita terima. 

"Dengan pemerintahan yang sudah stabil di Indonesia, terus kebebasan dalam bersuara, memilih. Kita harus banyak-banyak bersyukur karena keadaan di Indonesia masih lebih baik," tutupnya.

Kawan Puan, itu dia sosok Briptu Cecilia Permatasari Ritonga.

Sosok perempuan hebat yang bangga dengan tugasnya sebagai bagian dari penjaga perdamaian di bawah bendera PBB. (*)

 

 

 



REKOMENDASI HARI INI

6 Bahan Alami untuk Membantu Mengatasi Masalah Biang Keringat