Parapuan.co - Content creator dan Tiktoker Sania Leonardo mengaku pernah mencoba melukai diri sendiri (self-harming) di masa pandemi.
Melalui Instagram Story-nya, Sania bercerita bahwa hal itu dilakukannya karena merasa depresi.
Tiktoker yang kerap disapa dengan sebutan "Bunda" oleh pengikutnya ini, memang pernah membuka diri soal kondisi kesehatan mentalnya.
Ia mengaku didiagnosa mengalami Bipolar Depressive II.
Baca Juga: Tak Hanya Stigma, Ini Tantangan yang Dihadapi Penderita Bipolar
Sebenarnya, gangguan mental apa saja yang mungkin dapat dipicu oleh situasi pandemi?
Lalu bagaimana pandemi bisa memengaruhi kondisi mental seseorang?
Faktanya, Kecemasan dan depresi menjadi momok tersendiri bagi sebagian orang di masa pandemi ini.
Hal ini disebabkan oleh kondisi yang penuh akan ketidakpastian.
Dikutip dari sebuah studi pada Jurnal Psikologi dan Kesehatan Mental, INSAN, sebuah survei yang dilakukan secara daring membuktikan bahwa sebanyak 63 persen responden mengalami kecemasan dan 66 persen responden mengalami depresi akibat
pandemi COVID-19.
Mereka yang memiliki riwayat gangguan kesehatan mental pun menjadi kelompok yang paling rentan akan kecemasan dan depresi di kala pandemi ini.
Adapun gejala cemas yang paling utama adalah merasa khawatir sesuatu yang buruk akan terjadi, khawatir berlebihan, mudah marah, dan sulit untuk merasa rileks.
Sementara itu, gejala depresi utama yang sering muncul di masa pandemi adalah gangguan tidur, kurang percaya diri, lelah, tidak bertenaga, dan kehilangan minat terhadap berbagai hal.
Tak sedikit pula yang mengalami Post Traumatic Syndrome Disorder (PTSD) karena mengalami atau menyaksikan peristiwa tidak menyenangkan terkait COVID-19.
Baca Juga: Alami Gangguan Kecemasan Selama Pandemi Covid-19? Kareena Kapoor Bagikan 5 Tips Cara Mengatasinya
Ada empat faktor risiko utama depresi yang muncul akibat pandemi Covid-19.
Faktor tersebut tak lain adalah isolasi dan social distancing, tekanan ekonomi, stres dan depresi pada tenaga kesehatan, serta stigma dan diskriminasi.
Social distancing khususnya, menjadi momok yang cukup menakutkan bagi sebagian orang.
Tak jarang, social distancing pun disebut dapat menjadi pemicu kecemasan.
Namun, orang yang paling rentan adalah mereka yang mempunyai risiko depresi, atau mereka yang hidup sendiri, seperti perantau.
Kecemasan akibat social distancing ini pada dasarnya terjadi akibat adanya perasaan terasing akibat tak dapat bertemu dan berinteraksi dengan orang lain secara langsung.
Apa lagi saat harus melakukan isolasi akibat positif terpapar Covid-19.
Lebih lanjut lagi, pada studi yang sama disebutkan bahwa pandemi Covid-19 turut memicu krisis ekonomi global yang dapat meningkatkan risiko bunuh diri terkait dengan pengangguran dan tekanan ekonomi, rasa putus asa, bahkan perasaan tidak berharga
Belum lagi, kecemasan juga muncul di tengah masyarakat karena adanya ketakutan akan terpapar dan meninggal akibat Covid-19.
Terutama sejak munculnya mutasi-mutasi baru virus penyebab Covid-19 yang lebih ganas.
Baca Juga: Setelah Varian Delta, Muncul Covid-19 Varian Delta Plus, Seberapa Berbahaya?
Studi lainnya pun mengungkapkan bahwa ada beberapa golongan masyarakat yang sangat rentan akan gangguan mental selama pandemi.
Mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan tersebut di antaranya anak-anak, perempuan, remaja, dan lansia.
Nah Kawan Puan, pandemi memang belum kunjung berakhir.
Walaupun risiko gangguan mental ini lebih umum dirasakan oleh mereka yang memiliki riwayat masalah pada kesehatan mental sebelumnya, akan tetapi tidak menutup kemungkinan jika siapapun dapat terdampak oleh fenomena ini.
Jangan pernah anggap remeh kesehatan mentalmu, ya.
Sebisa mungkin, cari lah support system dan distraksi yang baik untuk menghalau segala pikiran negatif dari kepala. (*)