Sayangnya, baik anak maupun orang tua, tak seluruhnya mengetahui dampak ini.
Apa lagi mereka yang berada di luar daerah perkotaan, mempunyai tingkat pendidikan yang rendah, dan mereka yang berada dalam status sosioekonomi rendah.
Pada beberapa kondisi tersebut, perkawinan anak masih dianggap sebagai solusi untuk mencegah pergaulan bebas, menghindari diri dari dosa.
Bahkan perkawinan anak sering dilandasi oleh faktor ekonomi.
Baca Juga: Angka Perkawinan Anak di Indonesia Masih Tinggi, Alissa Wahid: Media Sosial Turut Andil
Padahal, masyarakat semestinya menyadari kalau perkawinan anak berdampak buruk pada kesehatan reproduksi.
Merujuk studi pada Jurnal Pengabdian dan Penelitian Kepada Masyarakat (JPPKM) tahun 2021, dampak perkawinan anak pada kesehatan reproduksi cukup beragam.
Salah satunya, organ reproduksi dan fisik pada remaja yang belum matang akan berdampak pada kehamilan.
Risiko cacat lahir pada bayi di masa kehamilan remaja sangatlah tinggi.
Kondisi leher rahim remaja yang masih sensitif juga meningkatkan risiko kanker serviks pada remaja.