Parapuan.co - Menyambut HUT RI di tahun 2021, Upacara 17 Agustus akan dilaksanakan pada Selasa, 17 Agustus 2021 di Istana Negara.
Dalam upacara tersebut, kita kerap melihat Pasukan Pengibar Bendera Pusaka atau yang kerap kita sebut Paskibraka Nasional.
Paskibraka Nasional ini terdiri dari 68 perwakilan, masing-masing 1 putra dan 1 putri dari 34 provinsi di Indonesia.
Baca Juga: Tetap Seru! Ini 3 Rekomendasi Ide Merayakan 17 Agustus di Rumah
Ternyata, pasukan yang bertugas mengibarkan Sang Saka Merah Putih ini memiliki sejarah di baliknya, lho.
Dikibarkan oleh 3 orang muda-mudi
Melansir Kompas.com, cerita terbentuknya Paskibraka tertuang dalam Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga.
Cerita panjang tersebut kemudian tertuang dalam Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga RI Nomor 14 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga Nomor 0065 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Pengibar Bendera Pusaka.
Dalam aturan itu disebutkan bahwa Paskibraka terbentuk secara bersamaan dengan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang dilaksanakan pada Jumat, 17 Agustus 1945.
Setelah Proklamasi dibacakan oleh Soekarno, bendera kebangsaan Merah Putih dikibarkan oleh dua 3 orang muda-mudi Indonesia, yakni Latief Hendradiningrat, Suhud Sastro Kusumo, dan Surastri Karma (SK) Trimurti.
Meskipun proklamasi kemerdekaan telah dibacakan, Belanda masih berusaha untuk menguasai Indonesia.
Saat itu, Jakarta, ibu kota Indonesia di masa itu tak memiliki situasi yang aman. Hal itu menyebabkan ibu kota berpindah ke Yogyakarta.
Bendera Pusaka turut dibawa dan dimasukkan dalam koper pribadi Presiden Soekarno.
Gagasan yang muncul di tahun 1946
Secara resmi, gagasan tentang Paskibraka muncul saat persiapan Upacara 17 Agustus pada tahun 1946.
Kala itu, upacara akan dilaksanakan di Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta.
Saat itu, Mayor Husein Mutahar diperintahkan oleh Presiden Soekarno untuk mempersiapkan upacara.
Baca Juga: Bertugas Kibarkan Sang Saka Merah Putih, Ini 4 Fakta Soal Paskibraka!
Terbesit dalam benak Mayor Husein Mutahar bahwa untuk menumbuhkan rasa persatuan bangsa, pengibaran Bendera Pusaka sebaiknya dilakukan oleh para pemuda Indonesia.
Lantaran masih dalam keadaan darurat, maka Husein Mutahar hanya menunjuk 5 orang pemuda yang terdiri dari 3 orang putri dan 2 orang putra sebagai perwakilan daerah yang berada di Yogyakarta untuk mengibarkan Sang Saka Merah Putih.
Setelah keadaan kembali normal, tepatnya pertengahan Juni 1948, misi penyelamatan Bendera Pusaka yang dilakukan Husein Mutahar telah selesai.
Ia pun tak lagi menangani pengibaran Bendera Pusaka.
Husein pun menjabat sebagai Direktur Jenderal Urusan Pemuda dan Pramuka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1967, yakni saat Presiden Soeharto menjabat.
Husein pun kembali diamanahkan untuk mengurus pengibaran Bendera Pusaka.
Ia pun melaksanakannya dengan ide dasar dan pelaksanaan tahun 1946 di Yogyakarta.
Sejak saat itu, pasukan pengibaran terdiri dari 3 kelompok yakni, kelompok 17 sebagai pengiring depan, kelompok 8 sebagai pembawa bendera, dan kelompok 45 sebagai pengawal.
Tiga kelompok tersebut merupakan simbol tanggal Proklamasi Indonesia, yang kini disebut Formasi 17-8-45.
Nama pasukan pengibar bendera baru muncul pada tahun 1973. Idik Sulaeman sebagai pembina pasukan pengibar bendera mengusulkan nama Pasukan Pengibara Bendera atau Paskibraka.
Baca Juga: Sambut HUT RI, Ini 4 Novel Sastra Indonesia yang Ceritakan Sejarah dan Budaya Bangsa
Adapun suku sakata "pas" berasal dari kata pasukan, paduan ucapan "kibra" berasal dari pengibar bendera, dan suku kata "ka" dari kata pusaka.
Sejak itulah penyebutan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka dengan singkatan Paskibraka.
Hingga kini, Bendera Pusaka dan Paskibraka menjadi komponen penting dan tak bisa lepas dari upacara peringatan Proklamasi.
Walau di tengah pandemi, upacara pengibaran bendera tetap digelar dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat, seperti pelaksanaan upacara di tahun 2020 lalu.
Paskibraka tak sekadar menaikkan dan menurunkan Bendera Merah Putih, Kawan Puan.
Dalam paskibraka, ditanamkan juga nilai-nilai kebangsaan, cinta tanah air, dan rela berkorban bagi bangsa dan negara. (*)