Menurut dr. Ferry, efek jangka panjang tersebut dapat berupa kemungkinan terjadinya infertilitas, atau sulit untuk hamil bagi perempuan.
"Kalau bicara soal endometriosis, selain keluhan yang sudah saya sampaikan, biasanya juga menyebabkan infertilitas. Karena, pada pasien dengan endometriosis, di organ perempuan itu bisa terjadi kelainan struktural, dan bisa terjadi peradangan yang kronik, yang menyebabkan fungsinya berubah dan menyebabkan infertilitas," ujar dr. Ferry lebih lanjut.
Namun, kondisi endometriosis tidak serta-merta menyebabkan perempuan menjadi sulit atau tidak bisa hamil.
Untuk itu, perlu dilakukan pemeriksaan endometriosis pada perempuan.
Baca Juga: Penting untuk Ibu Hamil, Kapan Sebaiknya Asam Folat Mulai Dikonsumsi?
Salah satu caranya adalah dengan melakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk mendeteksi gangguan pada alat reproduksi wanita, khususnya untuk melihat kondisi di area tuba falopi atau saluran telur.
Berdasarkan paparan dr. Ferry pada kesempatan tersebut, pada perempuan dengan kondisi endometriosis ringan, tuba falopi masih dapat terbuka dengan normal, sehingga masih memungkinkan perempuan untuk hamil secara alami.
Namun, pasien dengan kondisi endometriosis yang berat berat bisa jadi memerlukan teknologi reproduksi berbantu atau perlu dilakukan tindakan pembedahan sebagai bagian dari program hamil (promil).
Adapun, jika nyeri haid yang hebat disertai dengan rasa nyeri lainnya seperti pada saat berkemih, saat buang air besar, saat berhubungan seksual, dan nyeri pada bagian panggul, maka ini bisa jadi merupakan tanda-tanda perlu dilakukannya pemeriksaan endometriosis.
Akhir kata, dr. Ferry meyakinkan perempuan untuk tak perlu merasa khawatir akan langsung mendapat tindakan pembedahan ketika memeriksakan endometriosis ke dokter kandungan.
Sebab, perawatan endometriosis tak selalu dilakukan dengan cara pembedahan, justru dokter akan mengusahakan agar tindak pembedahan tidak perlu dilakukan, tentunya sesuai dengan derajat keparahannya.
(*)