Parapuan.co – Kawan Puan, pernahkah kamu merasa khawatir akan masa depan?
Apalagi saat pandemi datang, pemikiran tentang masa depan sering muncul akibat banyaknya ketidakpastian.
Pandemi membuat transformasi masa depan yang diperkirakan berlangsung 5-10 tahun mendatang, memaksa kita untuk beradaptasi dalam waktu 5-10 bulan.
Hal tersebut tak jarang membuat banyak dari kita khawatir bahkan kelimpungan.
Untuk menghadapi hal tersebut, ada dua cara untuk mengeksplorasi masa depan: menantikannya atau membuatnya.
Baca Juga: Quarter Life Crisis Vs Midlife Crisis: Perbedaan, Tanda dan Fase saat Mengalaminya
Dalam buku The Future Book: Menjadikan Karier dan Hidup Anda Relevan di Masa Depan, Magnus Lindkvist menjabarkan bagaimana seharusnya kita berpikir mengenai masa depan.
Intip beberapa cara yang direkomendasikan Magnus Lindkvist tentang menghadapi masa depan.
1. Bereksperimen dengan sabar
Ekseperimen adalah awal dari segalanya. Sejak balita, kita jatuh berkali-kali untuk bisa berjalan.
Magnus Lindkvist mengibaratkan eksperimen ini bagai berkebun. Saat berkebun, kita bisa menyiapkan berbagai hal dan memastikan kondisi-kondisi tertentu terpenuhi, tetapi kita tidak akan bisa memastikan hasilnya akan seperti apa.
Hidup dari bawah ke atas seperti ini membuat kita tidak gila akan kontrol dan membiarkan kegagalan tetap menjadi satu opsi.
Berusaha mengontrol segala sesuatunya malah juga bisa menutup opsi dan peluang lain yang terbuka.
Sebidang kebun yang cantik tidak tumbuh karena kebetulan, tetapi bagaimana warna muncul dan semak mengarahkan posisi cabang-cabangnya, tidak dapat dikontrol.
Eksperimen yang baik, seperti aktivitas berkebun yang baik, dipenuhi “kesabaran yang bergairah”.
Dengan seperti ini pula, kita akan bisa memiliki kesadaran untuk “bounce back”, bangkit kembali dari kegagalan dan tidak membiarkan kerikil menghalangi kita untuk berjalan ke masa depan.
Baca Juga: Ada Nevertheless, 4 Drama Korea Ini Angkat Isu Quarter Life Crisis
2. Mendaur ulang kegagalan
Tidak ada seorang pun yang menyukai kegagalan. Namun, kegagalan dapat menjadi pijakan kita untuk melompat ke masa depan.
Banyak orang berpikir bahwa masa depan pasti berasal dari masa depan, sehingga mengabaikan berbagai ide-ide gagal, yang mungkin justru adalah jalan ke masa depan.
Bahan bangunan semen digunakan pada zaman Byzantium, tetapi bahan ini mahal dan kurang praktis sehingga ditinggalkan selama berabad-abad sampai ditemukan kembali melalui sebuah proses manufaktur yang baru pada tahun 1800-an.
Kita cenderung melihat gagasan sebagai sebuah “apa”, tetapi sebenarnya mungkin itu adalah soal “kapan” atau “siapa” atau “bagaimana”.
3. Berpikir seperti anak-anak
Beberapa orang yang lebih tua memang bijaksana, tetapi banyak yang menjadi kaku dan mengeluh bahwa dunia dari masa lalu sudah tidak ada lagi.
Pengalaman baru memang tidak selalu menyenangkan. Namun, di dalam kebaruanlah kita dapat menjumpai masa depan.
Hal baru mungkin membuat kita tidak senang, tetapi membuat generasi yang akan datang berterima kasih.
Milikilah pikiran anak kecil yang penuh rasa ingin tahu dan berpikiran terbuka.
Baca Juga: 4 Rekomendasi Lagu Indonesia yang Cocok untuk Lewati Quarter Life Crisis
Dengan memiliki pikiran seperti anak kecil, kamu akan selalu dapat menemukan kegembiraan dari setiap perubahan yang terjadi.
Jika Kawan Puan ingin mengupas soal bagaimana cara menghadapi masa depan tanpa rasa khawatir, kamu bisa membacanya lewat Buku The Future Book: Menjadikan Karier dan Hidup Anda Relevan di Masa Depan.
Ditulis oleh Magnus Lindkvist, Kawan Puan bisa membaca blurb bukunya melalui pranala berikut ini.
Kawan Puan, yuk kita hadapi masa depan tanpa khawatir.
Dengan segulung harapan akan masa depan, mari kita terus melangkah dan membuat perubahan. (*)