Parapuan.co - Kawan Puan, Presiden Tunisia pada hari Rabu (29/9/2021) menunjuk perdana menteri perempuan pertama untuk negaranya.
Presiden memilih seorang profesor berusia 63 tahun untuk memimpin pemerintahan transisi setelah kepala negara memecat perdana menteri sebelumnya dan menskors parlemen.
Najla Bouden Ramadhane, seorang profesor di sekolah teknik bergengsi menjadi perempuan pertama di Tunisia yang memegang posisi tinggi tersebut.
Melansir dari Time, Keputusan Presiden Kais Saied dalam menunjuk Najla Bouden Ramadhane untuk memegang jabatan itu dinilai mengejutkan.
Tanpa ragu, presiden juga menginstruksikannya untuk membuat kabinet baru sesegera mungkin.
Baca Juga: Hadir di Sidang Umum PBB, Aktivis Perempuan Afghanistan Desak Pemimpin Global
Dipilihnya Najla Bouden Ramadhane sebagai perdana menteri diharapkan dapat membawa perubahan besar di Tunisia.
Walaupun keputusannya mendadak, namun masyarakat setempat memiliki harapan besar pada perdana menteri perempuan tersebut.
Sebelum Najla Bouden Ramadhane dipilih, negara Tunisia sedang mengalami gejolak pemerintahan yang cukup mengkhawatirkan.
Tunisia tidak memiliki kepala pemerintahan dan dalam kekosongan sejak Presiden Saied membekukan parlemen negara itu.
Presiden Saied juga merebut kekuasaan eksekutif pada tanggal 25 Juli 2021 lalu.
Langkah itu dianggap mengesampingkan hak-hak dari partai Islam yang mendominasi parlemen, Ennahdha.
Banyak kritikus politik global yang mengecam langkah presiden itu sebagai kudeta yang mengancam Tunisia.
Saied mengatakan dia bertindak untuk menyelamatkan negara di tengah kerusuhan atas masalah keuangan.
Selain itu, Saied juga menyatakan bahwa keputusannya adalah bentuk penanganan pemerintah terhadap pandemi virus corona.
Pekan lalu, Saied mengeluarkan dekrit presiden untuk mengumumkan rencana pemerintahan transisi dan aturan pemilihan baru.
Keputusan tersebut termasuk penangguhan kekuasaan parlemen yang berkelanjutan.
Baca Juga: Nasib Sedih Para Jurnalis Perempuan Afghanistan dalam Kuasa Taliban
Selain itu, keputusan tersebut juga mengatur penangguhan kekebalan anggota parlemen dari penuntutan dan pembekuan gaji anggota parlemen.
Dekrit tersebut juga menyatakan niat Saied untuk tidak merancang undang-undang dengan persetujuan parlemen.
Presiden Saied hanya akan merujuk pada dekrit presiden saja, mengabaikan bagian dari Konstitusi Tunisia.
Langkah Saied telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan Islamis dan kekuatan pro-demokrasi di dalam dan di luar wilayah Arab.
Tunisia sendiri adalah satu-satunya negara yang muncul dari periode penuh gejolak dengan sistem politik demokrasi yang baru dirancang.
Baca Juga: TIME Rilis Daftar 100 Orang Paling Berpengaruh 2021, Ada Nama Perempuan Indonesia!
Lebih dari 100 pejabat Ennahdha mengumumkan pengunduran diri mereka pada hari Sabtu lalu.
Mereka memprotes pilihan kepemimpinan partai dalam menghadapi krisis politik negara tersebut. (*)